Selasa, 08 Maret 2011

IMPLEMENTASI KURIKULUM BERBASIS LINGKUNGAN DI SEKOLAH



IMPLEMENTASI KURIKULUM BERBASIS LINGKUNGAN
DI SEKOLAH
Oleh:
Nelly Florida Sirait
8106173032

I. PENDAHULUAN
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak manusia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (www.menlh.go.id).
Apabila pendidikan memang bertujuan untuk mencerdaskan anak bangsa dan mengantarkan mereka untuk dapat memahami lingkungan serta mengelolanya dengan baik, berarti konsep yang diberikan harus seirama dengan kemajuan ilmu dan teknologi. Generasi muda Indonesia perlu dipersiapkan untuk memasuki ajang persaingan bebas pada era globalisasi. Mereka seyogianya kritis dan memiliki kesadaran akan pentingnya melestarikan fungsi lingkungan hidup untuk keperluan generasi mereka dan generasi yang akan datang dalam mengelola sumber daya alam hayati.
Education for all and by all menjadi dasar pemikiran tersendiri bahwa pendidikan atau belajar itu bisa untuk siapa saja dan oleh siapa saja. Lingkungan sekolah dapat memberikan pengalaman hidup yang bermakna bagi siswanya. Di lingkungan itu pula siswa dapat menjadikannya tempat belajar yang paling menyenangkan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah menjadikan sekolah sebagai wahana belajar yang efisien, efektif dan membuat seluruh komponen sekolah memberikan dukungan yang kuat.

II. PERMASALAHAN
Lingkungan adalah segala sesuatu yang terdapat di sekitar makhluk hidup dan berpengaruh terhadap aktivitas makhluk hidup. Menurut Undang – Undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 23 tahun 1997 dalam Siahaan (2004), Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Kebersihan dan kesehatan lingkungan sekolah perlu diwujudkan sebagai bentuk kebersamaan antara dunia pendidikan dan pemerintah. Salah satu program untuk mewujudkan sekolah berwawasan lingkungan hidup adalah dengan mengadakan kegiatan penilaian penyelenggaraan sekolah berwawasan lingkungan hidup (http://bapedalda.diy.go.id/fileopen.php).
Amanat Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 65 ditegaskan bahwa “Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.”
Untuk menjawab hal tersebut dimunculkanlah Sekolah Berbudaya/Berwawasan Lingkungan (SBL) atau yang sekarang dikenal dengan Program Adiwiyata yaitu sebagai sebuah implementasi kurikulum berbasis lingkungan di sekolah.

III. ULASAN / KAJIAN
Istilah lingkungan hidup, dalam bahasa Inggris disebut dengan environment, dalam bahasa Belanda disebut milieu atau dalam bahasa Perancis disebut dengan I’environment (Siahaan, 2004).
Pendidikan lingkungan yang dikembangkan bersama-sama dengan Pendidikan Kependudukan dan disebut sebagai Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH). Secara terpisah yang dimaksudkan dengan Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) adalah upaya mengubah perilaku dan sikap yang dilakukan berbagai pihak atau elemen masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kesadaran masyarakat tentang nilai–nilai lingkungan dan isu permasalahan lingkungan yang pada akhirnya dapat menggerakkan masyarakat berperan aktif dalam upaya pelestarian dan keselamatan lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang.
Pendidikan lingkungan hidup formal adalah kegiatan pendidikan di bidang lingkungan hidup yang diselenggarakan melalui sekolah, terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menegah dan pendidikan tinggi dan dilakukan secara terstruktur dan berjenjang dengan metode pendekatan kurikulum yang terintegrasi maupun kurikulum yang monolitik (tersendiri).
Pendidikan lingkungan hidup nonformal adalah kegiatan pendidikan di bidang lingkungan hidup yang dilakukan di luar sekolah yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang (misalnya pelatihan AMDAL).
Pendidikan lingkungan hidup informal adalah kegiatan pendidikan di bidnag lingkungan hidup yang dilakukan diluar sekolah dan dilaksanakan tidak terstruktur maupun tidak berjenjang.
Kelembagaan pendidikan lingkungan hidup adalah seluruh lapisan masyarakat yang meliputi pelaku, penyelenggaraan dan pelaksana pendidikan lingkungan hidup, baik di jalur formal, nonformal dan informal.
Visi pendidikan lingkungan hidup yaitu: Terwujudnya manusia Indonesia yang memiliki pengetahuan, kesadaran dan keterampilan untuk berperan aktif dalam melestarikan dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup (www.menlh.go.id).
Pengetahuan tentang lingkungan tidak pernah berdiri sendiri. Pembahasan isu ’sustainability’ (keberlanjutan) selalu meliputi keterkaitan antara aspek manusia, ekonomi dan lingkungan. Dengan demikian maka sebuah program pendidikan lingkungan harus merupakan integrasi dari berbagai aspek. Mempelajari lingkungan tidak hanya yang terkait dengan lingkungan alam, tapi juga kondisi sosial dan budaya masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi, pertimbangan ekonomi, dan yang terpenting adalah keseimbangan antara segala aspek tersebut (Andri, 2007).
Pendidikan lingkungan memiliki peran yang strategis dan penting dalam mempersiapkan manusia untuk memecahkan masalah lingkungan sebagaimana telah diputuskan secara internasional pada Konferensi Bumi di Brazil dan tertuang dalam Agenda 21 pada Bab 36. Hanya melalui pendidikan lingkungan orang dapat mengembangkan segi pemikiran dalam mendukung langkah yag tepat untuk skala lokal dan global. Kepedulian bukan merupakan tujuan akhir dari pendidikan lingkungan namun harus juga diikuti oleh langkah nyata (Joomla, 2004).
Sekolah Berwawasan / Berbudaya Lingkungan (SBL) adalah suatu konsep pendidikan lingkungan yang diterapkan di sekolah, agar semua warga sekolah dapat meningkatkan budaya hidup bersih, sehat, nyaman, dan tidak destruktif terhadap masalah lingkungan. Bagaimana menciptakan keseimbangan hidup antar warga sekolah dengan alam sekelilingnya dengan dilandasi kesadaran dan kepedulian yang tinggi. Sekolah senantiasa mengajak warganya atau komunitas sekolah untuk menerapkan prinsip hidup bersih, sehat, nyaman dan tidak destruktif terhadap lingkungan sekitar. Dengan kata lain, sekolah diharapkan dapat selalu memelihara lingkungan sekitar dengan baik, karena imbasnya akan kembali kepada warga sekolah itu sendiri (http://www.dikdasmen.org/files/advertorial/SBL.FINAL.pdf).
Untuk membangun kesadaran dan kepedulian bukanlah mudah. Untuk membangun kesadaran diperlukan para pejuang yang gigih untuk mengajak dan membangkitkan semangat agar warga sekolah berbudaya lingkungan (http://www.dikdasmen.org/files/advertorial/SBL.FINAL.pdf). Maka untuk itu tujuan dari Sekolah Berwawasan Lingkungan adalah menumbuhkan kepedulian pengelola sekolah, para guru, siswa dalam melestarikan lingkungan; meningkatkan komitmen para guru dan siswa untuk mewujudkan kebersihan, penghijauan, penataan serta keasrian lingkungan; dan meningkatkan kreativitas siswa, guru dan pengelola lembaga pendidikan dalam penataan taman, penghijauan, keteduhan dan kebersihan lingkungan sekitarnya.
Kriteria dan aspek penilaian Sekolah Berwawasaan Lingkungan terdiri dari: (1) Penilaian fisik sekolah meliputi manajemen kerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Sekolah, luas areal lokasi sekolah, luas bangunan fisik, sarana dan prasarana sekolah, perbandingan pendidikan guru, kegiatan ekstrakurikuler dan lain-lain. (2) Penilaian aspek penghijauan sekolah, aspek kerindangan dan aspek kehijauan dan keindahan. (3) Penilaian kebersihan sekolah. (4) Prestasi sekolah di bidang lingkungan. (5) Penilaian fisik lapangan (lingkungan, drainase, tempat pembuangan sampah, WC/Kamar Mandi (http://www.bapedaldasu.go.id/informasi_detail.php).
Salah satu bentuk pembelajaran kontekstual yang dapat dilaksanakan adalah implementasi dari beberapa kolaborasi mata pelajaran. Materi PKLH (SD, SMP, SMA/SMK) terintegrasi ke dalam beberapa mata pelajaran/bidang studi terkait, yaitu: Pendidikan Agama, PPKn, Penjas/Olahraga, Bahasa Inggris, Kimia, Fisika, Biologi, Sosiologi/Antropologi, Ekonomi/Akutansi, dan Geografi (Ritonga, 2003).
Implementasi tersebut dapat dilakukan di luar lingkungan sekolah misalnya di sebuah desa atau kawasan tertentu dengan maksud dapat memberikan suasana berbeda dan menyenangkan serta memberikan pengalaman baru bagi siswa. Dengan teknik belajar di lingkungan, diharapkan akan terbentuk jiwa-jiwa yang memiliki kesadaran tinggi terhadap permasalahan lingkungan. Generasi yang kreatif, inovatif dan peka terhadap isu-isu lingkungan akan tercipta dengan sendirinya.
Program Adiwiyata adalah salah satu program Kementrian Lingkungan Hidup dalam upaya rangka mendorong terciptanya pengetahuan dan kesadaran warga sekolah dahulu dalam upaya pelestarian lingkungan hidup. Dalam program ini diharapkan setiap warga sekolah dapat ikut terlibat dalam kegiatan sekolah menuju lingkungan yang sehat dan menghindarkan dampak lingkungan yang negatif.
Tujuan Program Adiwiyata adalah menciptakan kondisi yang baik bagi sekolah agar menjadi tempat pembelajaran dan penyadaran warga sekolah (guru, murid dan pekerja lainnya), sehingga dikemudian hari warga sekolah tersebut dapat turut bertanggung jawab dalam

upaya-upaya penyelamatan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan.
Kegiatan utama Program Adiwiyata adalah mewujudkan kelembagaan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan bagi sekolah dasar dan menengah di Indonesia .
Program Adiwiyata dikembangkan berdasarkan norma-norma dalam berperikehidupan yang antara lain meliputi: kebersamaan, keterbukaan, kesetaraan, kejujuran, keadilan, dan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumber daya alam.
Prinsip – prinsip dasar Program Adiwiyata adalah partisipatif (komunitas sekolah terlibat dalam manajemen sekolah yang meliputi keseluruhan proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi sesuai dengan tanggung jawab dan peran) dan berkelanjutan (seluruh kegiatan harus dilakukan secara terencana dan terus menerus secara komprehensif) (www.menlh.go.id).
Keuntungan yang diperoleh sekolah dalam mengikuti Program Adiwiyata adalah:
1. Meningkatkan efisiensi dalam pelaksanaan kegiatan operasional sekolah dan penggunaan berbagai sumber daya.
2. Meningkatkan penghematan sumber dana melalui pengurangan konsumsi berbagai sumber daya dan energi.
3. Meningkatkan kondisi belajar mengajar yang lebih nyaman dan kondusif bagi semua warga sekolah.
4. Menciptakan kondisi kebersamaan bagi semua warga sekolah.
5. Meningkatkan upaya menghindari berbagai resiko dampak lingkungan negatif dimasa yang akan datang.
6. Menjadi tempat pembelajaran bagi generasi muda tentang nilai-nilai pemeliharaan dan pengelolaan lingkungan hidup yang baik dan benar.
Dalam mewujudkan Program Adiwiyata telah ditetapkan beberapa indikator yaitu: (i) Pengembangan Kebijakan Sekolah peduli dan Berbudaya Lingkungan. (ii) Pengembangan Kurikulum Berbasis Lingkungan. (iii) Pengembangan Kegiatan Berbasis Partisipasif. (iv) Pengembangan dan atau Pengelolaan Sarana Pendukung Sekolah (www.menlh.go.id).
Indikator Program Adiwiyata dijabarkan dalam beberapa kriteria yaitu:
A.

Pengembangan Kebijakan Sekolah
Untuk mewujudkan Sekolah yang Peduli dan Berbudaya Lingkungan maka diperlukan beberapa kebijakan sekolah yang mendukung dilaksanakannya kegiatan pendidikan lingkungan hidup oleh semua warga sekolah sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Program Adiwiyata yaitu partisipatif dan berkelanjutan. Pengembangan Kebijakan sekolah yang diperlukan untuk mewujudkan Sekolah Peduli Berbudaya Lingkungan tersebut adalah:
1. Visi dan Misi sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan.
2. Kebijakan sekolah dalam mengembangkan pembelajaran pendidikan lingkungan hidup.
3. Kebijakan peningkatan SDM (tenaga kependidikan dan non kependidikan)

di bidang pendidikan lingkungan hidup.
4. Kebijakan sekolah dalam upaya penghematan sumber daya alam.
5. Kebijakan sekolah yang mendukung terciptanya lingkungan sekolah yang bersih dan sehat.
6. Kebijakan sekolah untuk pengalokasian dan penggunaan dana bagi kegiatan yang terkait dengan masalah lingkungan hidup.

B.

Pengembangan Kurikulum Berbasis Lingkungan
Penyampaian materi lingkungan hidup kepada para siswa dapat dilakukan melalui kurikulum secara terintegrasi atau monolitik. Pengembangan materi, model pembelajaran dan metode belajar yang bervariasi, dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada siswa tentang lingkungan hidup yang dikaitkan dengan persoalan lingkungan sehari-hari. Pengembangan kurikulum berbasis lingkungan hidup untuk mewujudkan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan dapat dicapai dengan melakukan hal -hal berikut:
1. Pengembangan model pembelajaran lintas mata pelajaran.
2. Penggalian dan pengembangan materi serta persoalan lingkungan hidup yang ada di mayarakat sekitar.
3. Pengembangan metode belajar berbasis lingkungan dan budaya.
4. Pengembangan kegiatan kurikuler untuk peningkatan pengetahuan dan kesadaran siswa tentang lingkungan hidup.
C. Pengembangan Kegiatan Berbasis Partisipatif
Untuk mewujudkan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan, warga sekolah perlu dilibatkan dalam berbagai aktivitas pembelajaran lingkungan hidup.

Selain itu sekolah juga diharapkan melibatkan masyarakat di sekitarnya dalam melakukan berbagai kegiatan yang memberikan manfaat baik bagi warga sekolah, masyarakat maupun lingkungannya. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan oleh warga sekolah dalam mengembangkan kegiatan berbasis partisipatif adalah:
1. Menciptakan kegiatan ektrakurikuler/kurikuler di bidang lingkungan hidup

berbasis partisipatif di sekolah.
2. Mengikuti kegiatan aksi lingkungan hidup yang dilakukan oleh pihak luar.
3. Membangun kegiatan kemitraan dalam pengembangan pendidikan lingkungan hidup di sekolah.

D. Pengelolaan dan atau Pengembangan Sarana Pendukung Sekolah
Dalam mewujudkan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan perlu didukung sarana prasarana yang mencerminkan upaya pengelolaan lingkungan hidup. Pengelolaan dan pengembangan sarana tersebut meliputi:
1. Pengembangan fungsi sarana pendukung sekolah

yang ada untuk pendidikan lingkungan hidup.
2. Peningkatan kualitas pengelolaan lingkungan di dalam dan di luar kawasan sekolah.
3. Penghematan sumberdaya alam (air, listrik) dan ATK.
4. Peningkatan kualitas pelayanan makanan sehat.
5. Pengembangan sistem pengelolaan sampah.


IV. KESIMPULAN
Dalam penerapannya, untuk menjadikan sebuah sekolah memiliki budaya lingkungan maka diperlukan beberapa unsur penting yaitu: (a) Pengembangan Kebijakan Sekolah; (b) Pengembangan Kurikulum Berbasis Lingkungan; (c) Kegiatan Berbasis Partisipatif dan (d) Pengelolaan Sarana Prasarana.
Melalui empat pilar pelaksanaan sekolah berbudaya lingkungan tersebut, maka tujuan pembelajaran diharapkan dapat tercapai dengan baik. Penciptaan sistem pembelajaran yang berbasis lingkungan memberikan suasana yang kondusif bagi pendidikan. Kondisi tersebut dapat meningkatkan daya retensi serta kompetensi siswa pada konsep-konsep yang dipelajarinya.
Beberapa aksi lingkungan/implementasi kurikulum berbasis lingkungan yang dapat dilakukan siswa dalam konsep sekolah berbudaya lingkungan antara lain: kegiatan penghijauan; bakti social lingkungan; jalan sehat; kerja bakti lingkungan; melakukan konservasi lahan dengan penanaman; pemeliharaan tanaman; pemanfaatan kebun bibit; penambahan koleksi kebun sekolah untuk proses pembelajaran; keanekaragaman hayati; perbanyakan tanaman untuk melatih life skill; Konservasi flora & fauna; pengenalan konsep konservasi; implementasi PLH; melaksanakan ”Gugur Gunung” atau bedol sekolah; monitoring dan evaluasi; penilaian antar kelas; lomba barang bekas; mengembangkan produk olahan bahan sekitar; mengadakan pameran produk kreasi siswa dan lain-lain.

V. REFERENSI
Andri, Y.Y., (2007), Pengembangan Metode Pembelajaran Tentang Lingkungan, Langkah Kecilku Untuk Masa Depan Bumi: 1 – 4, http://www.educareunit.com (diakses Januari 2008).

Asaad, I., (2010), Sekolah Adiwiyata: Kurikulum Berbasis Lingkungan, http://wartapedia.com/lingkungan/konservasi (diakses Februari 2011)

Bapedalda DIY, (2005), Penilaian Penyelenggaraan Sekolah Berwawasan Lingkungan Hidup Tahun 2005, http://bapedalda.diy.go.id/fileopen.php (accessed November 2007).

Bapedalda SU, (2006), Bapedaldasu Gelar Lomba Sekolah Berwawasan Lingkungan, http://bapedaldasu.go.id/informasi_detail.php (accessed November 2007).

Booklet Hari Lingkungan Hidup, (2007), Penghargaan Adiwiyata 2007, www.menlh.go.id (accessed November 2007).

Chabir, S., Sekolah Berbudaya Lingkungan sebagai Media Inovatif Meningkatkan Kompetensi Belajar Siswa di SMAN 2 Probolinggo,

Depdiknas Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menegah, (2007), Menuju Sekolah Berwawasan Lingkungan, http://www.dikdasmen.org/files/advertorial/SBL.FINAL.pdf (accessed November 2007).

Joomla, (2004), Pendekatan Terpadu Pengelolaan Pencemaran Lingkungan, http://www.unila.ac.id (accessed November 2007).

Kementerian Lingkungan Hidup, (2003), Kebijakan Pendidikan Lingkungan Hidup, www.menlh.go.id (accessed November 2007).

Kepala BAPEDALDASU, (2006), Penetapan Pemenang Lomba Sekolah Berwawasan Lingkungan Tingkat Propinsi Sumatera Utara Tahun 2006, Bapedaldasu, Medan.

Mambo, (2007), Terbuka, Peluang Muatan Lokal Lingkungan Hidup Dalam KTSP, http://www.duniaguru.com (accessed November 2007).

Ritonga, A., (2003), Kependudukan dan Lingkungan Hidup, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Siahaan, N.H.T., (2004), Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan (edisi kedua), Penerbit Erlangga, Jakarta.

TERJADINYA KLOROFIL



Faktor-faktor yang berpengaruh kepada pembentukan klorofil:
1) Faktor pembawaan.
Pembentukan klorofil dibawakan oleh suatu gen tertentu di dalam kromosom. Jika gen ini tidak ada, maka tanaman akan tampak putih (albino).
2) Cahaya
Pada beberapa kecambah tanaman Angiospermae, klorofil dapat dibentuk dengan tidak memerlukan cahaya. Sedangkan tanaman lain yang ditumbuhkan di dalam gelap tidak berhasil membentuk klorofil akan pucat kekuning-kuningan (klorosis). Terlalu banyak sinar juga berpengaruh buruk kepada klorofil. Hal ini dapat mengakibatkan warna daun-daun menjadi hijau kekuning-kuningan.
3) Oksigen
Kecambah yang semula ditumbuhkan di tempat gelap, kemudian dipindahkan ke tempat cahaya tidak mampu membentuk klorofil, jika tidak diberikan oksigen kepadanya.
4) Karbohidrat
Tidak adanya karbohidrat dalam bentuk gula daun-daun tidak mampu menghasilkan klorofil, meskipun factor-faktor lain ada cukup.
5) Nitrogen, Magnesium, Besi
Ketiga bahan ini merupakan pembentuk utama klorofil suatu ‘condition sine qua non’ (keharusan). Kekurangan salah satu dari zat-zat ini mengakibatkan klorosis pada tumbuhan.
6) Unsur-unsur Mn, Cu, Zn
Meskipun dibutuhkan dalam jumlah sedikit sekali, unsur-unsur ini membantu pembentukan klorofil. Jika unsur-unsur ini tidak ada tanaman juga dapat mengalami klorosis.
7) Air
Kekurangan air mengakibatkan desintegrasi dari klorofil seperti terjadi pada rumput dan pohon-pohonan di musim kering.

8) Temperature
Temperature antara 30 – 480 C merupakan suatu kondisi yang baik untuk pembentukan klorofil pada kebanyakan tanaman, akan tetapi yang paling baik ialah antara 260 – 300 C.
Selain klorofil-a dan klorofil-b, ada pula klorofil yang lain dan semuanya mengandung magnesium, yaitu (Dwidjoseputro, 1985) :
v klorofil-c yang terdapat pada Diatom dan Ganggang-pirang;
v klorofil-d kita dapati pada Ganggang-merah;
v bakterioklorofil pada Bakteri-ungu; dan
v bakterioviridin dimiliki oleh Bakteri-hijau.

KURIKULUM BIOLOGI UNTUK MEMBERDAYAKAN BERPIKIR

Sains Biologi dan Hakikat Pendidikan Biologi

Hakikat Biologi
Biologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu “bios” yang artinya hidup dan “logos” yang artinya ilmu. Jadi, biologi adalah ilmu yang mempelajari sesuau yang hidup beserta masalah-masalah yang menyangkut kehidupan. Obyek kajian biologi sangat luas dan mencakup semua makhluk hidup. Karenanya dikenal berbagai cabang ilmu biologi yang mengkhususkan diri pada kajian tertentu yang lebih spesifik, di antaranya anatomi, anastesi, zoologi, botani, bakteriologi, parasitologi, ekologi, genetika, embriologi, entomologi, evolusi, fisiologi, histologi, mikologi, mikrobiologi, morfologi, paleontologi, patologi, dan lain sebagainya.
Aristoletes (384-322 SM) adalah seorang ilmuwan dan filosof Yunani yang dipercayai sebagai perintis ilmu biologi. Ia telah mempelajari tentang 500 jenis hewan dengan sistem klasifikasinya, hal ini memberi pengaruh yang besar pada pemikiran dalam perkembangan ilmu-ilmu biologi (Salam, 1997).
Ilmu biologi banyak berkembang pada abad ke-19, dengan ilmuwan menemukan bahwa organisme memiliki karakteristik pokok. Biologi kini merupakan subyek pelajaran sekolah dan universitas di seluruh dunia, dengan lebih dari jutaan makalah dibuat setiap tahun dalam susunan luas jurnal biologi dan kedokteran. Hal ini juga mendukung perkembangan ilmu pendidikan biologi, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang bagaimana hubungan pendidikan dengan biologi, bagaimana cara mempelajari dan mengajarkan biologi dengan baik dan benar, baik pada instusi pendidikan formal maupun non formal.

Hakikat Pendidikan Biologi
Istilah pendidikan berasal dari bahasa Yunani, Paedagogy, yang mengandung makna seorang anak yang pergi dan pulang sekolah diantar seorang pelayan. Sedangkan pelayan yang mengantar dan menjemput disebut paedagogos. Dalam bahasa Romawi, pendidikan diistilahkan dengan educate yang berarti mengeluarkan sesuatu sesuatu yang berada di dalam. Dalam bahasa Inggris, pendidikan diistilahkan to educate yang berarti memperbaiki moral dan melatih intelektual (Suwarno, 2006).
Pendidikan biologi mestinya memberikan andil dalam perkembangan biologi dari waktu ke waktu. Pengenalan berbagai organisme yang berguna diperlukan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Karena yang dikenal manusia banyak, pengetahuan tersebut perlu dikelompokkan sehingga berkembang taksonomi dan sistematik. Selanjutnya manusia mempelajari biofungsi, bioperkembangan, dan bioteknologi. Manusia memperoleh banyak manfaat dari semua itu, tetapi pendidikan biologi perlu membekali biomanajamen dan bioetika agar penerapan pengetahuan di lingkungannya membawa arah pemberdayaan berkelanjutan. Seyogianya pendidikan biologi memberi siswa bekal keterampilan, pengetahuan dan persepsi yang dilandasi kesadaran akan pentingnya etika dalam mengolah bahan di lingkungannya. Manusia hendaknya menjadi pemelihara keanekaragaman dan fungsi lingkungan agar manusia tetap dapat mengambil manfaat dari keanekaragaman dan lingkungan tetap dapat mendukung kehidupan manusia pada masa kini, maupun pada masa yang akan datang. Jadi dari semua itu sebenarnya pendidikan biologi atau bioedukasi yang perlu berperan agar lingkungan dan alam tetap bersahabat dengan manusia.
Jadi, pendidikan biologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang bagaimana hubungan pendidikan dengan biologi, bagaimana cara mempelajari dan mengajarkan biologi dengan baik dan benar, baik pada instusi pendidikan formal maupun non formal. Pendidikan untuk pengajaran Biologi perlu dan dapat dimuati unsure pembentukan karakter melalui pengembangan sikap ilmiah (scientific attitude). Beberapa jenis sikap ilmiah yang dapat dikembangkan melalui pengajaran sains antara lain meliputi: curiosity (sikap ingin tahu), respect for evidence (sikap untuk senantiasa mendahulukan bukti), flexibility (sikap luwes terhadap gagasan baru), critical reflection (sikap merenung secara kritis), sensitivity to living things and environment (sikap peka/ peduli terhadap makhluk hidup dan lingkungan). Cara pengajaran dapat diintegrasikan dengan penyisipan dan penanaman nilai-nilai sains di dalamnya. Nilai-nilai yang dimaksud antara lain adalah nilai praktis, nilai intelektual, nilai religius, nilai sosial-ekonomi, dan nilai pendidikan.
Hakikat pendidikan biologi adalah pemahaman tentang pentingnya mempelajari alam sehingga akan membawa manusia pada kehidupan bermakna dan bermartabat. Secara filosofis, hakikat pendidikan biologi menjelaskan bagaimana proses pembentukan pemikiran manusia dalam kaitannya mempelajari alam sekitar, sehingga cara pandang biologi terhadap proses berpikir dapat dipertimbangkan sebagai suatu alternative pendekatan dalam ilmu sains.

Kurikulum Pembelajaran Biologi
Kurikulum adalah serangkaian rencana pengajaran dan sebagai suatu system (system kurikulum) yang merupakan bagian dari system persekolahan atau suatu lembaga pendidikan. Kurikulum sebagai rencana pengajaran berisi tujuan yang ingin dicapai, bahan pelajaran yang akan disajikan, kegiatan pengajaran, alat-alat pengajaran, dan jadwal waktu pengajaran. Sebagai suatu system, kurikulum merupakan bagian atau subsistem dari keseluruhan kerangka organisasi sekolah atau system sekolah (Sukmadinata, 2010).
Kurikulum biologi disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan Biologi secara nasional. Saat ini kesejahteraan bangsa tidak hanya lagi bersumber pada sumber daya alam dan modal yang bersifat fisik, tetapi bersumber pada modal intelektual, sosial dan kepercayaan (kredibilitas). Dengan demikian tuntutan untuk terus menerus memutakhirkan pengetahuan biologi menjadi suatu keharusan. Mutu lulusan tidak cukup bila diukur dengan standar lokal saja sebab perubahan global telah sangat besar mempengaruhi ekonomi suatu bangsa. Industri baru dikembangkan dengan berbasis kompetensi biologi tingkat tinggi, maka bangsa yang berhasil adalah bangsa yang berpendidikan dengan standar mutu yang tinggi. Kurikulum Biologi menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk memahami konsep dan proses sains. Pemahaman ini bermanfaat bagi siswa agar dapat menanggapi: i) isu lokal, nasional, kawasan, dunia, sosial, ekonomi, lingkungan dan etika; ii) menilai secara kritis perkembangan dalam bidang sains dan teknologi serta dampaknya; iii) memberi sumbangan terhadap kelangsungan perkembangan sains dan teknologi; dan iv) memilih karir yang tepat. Oleh karena itu, kurikulum sains lebih menekankan agar siswa menjadi pembelajar aktif dan luwes (Depdiknas, 2003).

Berpikir
Berpikir adalah proses yang intens untuk memecahkan masalah, dengan menghubungkan satu hal dengan yang lain, sehingga mendapatkan pemecahan. Yang menjadi masalah adalah bahwa hal-hal yang akan dihubungkan tersebut belum tentu ada atau hadir di benak kita. Oleh karena itu berpikir melibatkan kemampuan untuk membayangkan atau menyajikan objek-objek yang tidak ada secara fisik atau kejadian-kejadian yang tidak sedang berlangsung.
Berpikir kreatif adalah suatu cara berpikir dimana seseorang mencoba menemukan hubungan-hubungan baru, untuk memperoleh jawaban baru terhadap masalah. Dalam berpikir kreatif ini, seseorang dituntut untuk dapat memperoleh lebih dari satu jawaban terhadap suatu persoalan dan untuk itu maka diperlukan imajinasi.
Contoh berpikir kreatif adalah:
· Andaikanlah apabila anda menjadi seorang astronot?
· Bila anda terdampar seorang diri di pulau, apa yang akan anda lakukan?
Berpikir analitis adalah berpikir yang sebaliknya menggunakan suatu pendekatan logis menuju ke jawaban tunggal.
Sebenarnya dalam menghadapi suatu masalah kita membutuhkan kedua jenis berpikir tersebut, yaitu berpikir logis-analitis dan berpikir kreatif. Berpikir logis-analitis oleh Guilford disebut dengan berpikir konvergen, karena cara berpikir ini cenderung menyempit dan menuju ke jawaban tunggal. Sementara itu berpikir kreatif sering disebut oleh Guilford sebagai berpikir divergen, karena di sini pikiran didorong untuk menyebar jauh dan meluas dalam mencari ide-ide baru.

Struktur Biologis dan Proses Berpikir
Struktur biologis yang sangat unik pada manusia yang memiliki kemampuan berpikir adalah otak. Otak manusia beratnya tidak lebih dari 1,5 kg. Otak adalah pusat berpikir, berperilaku, serta pusat emosi manusia yang mencerminkan seluruh dirinya (selfhood), kebudayaan, kejiwaan, serta bahasa dan ingatan. Seorang filsuf, Rene Descartes, pernah mengatakan bahwa otak sebagai pusat kesadaran manusia diibaratkan sebagai sains, sedangkan badan manausia sebagai kudanya. Otak merupakan kumpulan sel-sel saraf yang memiliki fungsi pengaturan dan pusat kontrol semua kegiatan yang dilakukan oleh seluruh anggota tubuh manusia.
Pada saat kelahiran, otak telah menata dirinya menjadi lebih dari 40 fungsional wilayah yang berbeda yang mengatur hal-hal seperti penglihatan, pendengaran, bahasa, dan gerakan otot. Otak memproses data indrawi yang masuk ke dan melalui daerah fungsional. Pengolahan tersebut dilakukan sebagai data sensoris masuk melalui jalan dari lima indera-semua yang kita lihat, dengar, merasa, bau, dan rasa. Panca indera adalah salah satu caranya otak untuk mendapatkan data tentang dunia luar. Untuk meningkatkan input, otak mengkonstruksi mekanisme motorik yang meningkatkan pengumpulan informasi. Perangkat tambahan ini terdiri atas jaringan sederhana dan refleks otomatis untuk berpikir dan eksplorasi.

Sebagai sistem penyimpanan data, otak membutuhkan tak terhitung jumlah gambar, mengumpulkan mereka satu demi satu, dan menyimpan dalam bentuk bagian-bagian khusus di sel otak. Kelebihan sel otak adalah bahwa satu sel bisa dipanggil berkali-kali untuk mengidentifikasi factor yang sama, misalnya apakah ada sesuatu yang horizontal atau vertikal. Satu sel ini dapat mengenali beragam objek vertical seperti gedung, buku, atau pensil. Setiap sel otak memiliki kapasitas untuk menyimpan fragmen banyak kenangan. Kenangan ini atau karakteristik dunia dipecah menjadi unsur bagian- cahaya foton, molekul bau, getaran gelombang suara-siap dipanggil ketika koneksi jaringan tertentu perlu diaktifkan. Seperti penyimpanan informasi non-bahasa, aspek bahasa juga disimpan dalam berbagai bagian otak. Pendengaran, lisan, membaca visual dan kapasitas menulis disimpan secara terpisah. Nama hal-hal alam, seperti tanaman dan hewan, dicatat di salah satu bagian otak yaitu sebagai nama benda, mesin, dan benda lainnya buatan manusia disimpan di tempat lain. Kata dipisahkan dari verba, dan fonem dari kata-kata.
Adaptasi biologis tertentu pada tubuh memungkinkan manusia untuk menghasilkan, mendengar, dan mengenali suara merupakan hal penting untuk kelangsungan hidup. Butuh waktu lama bagi manusia untuk membalikkan cara untuk menyampaikan informasi dengan menggunakan tanda sebagai simbol. Manusia secara biologis tidak dirancang untuk tujuan membaca atau menulis. Membaca dan menulis merupakan potensi biologis yang dirancang untuk keperluan lain. Satu-satunya cara kita bisa belajar apa pun adalah melalui struktur biologis kita.

Tahapan Biologis dan Proses Berpikir
Dibandingkan dengan organisme hidup lainnya, manusia memasuki dunia dengan kepala kosong. Banyak jenis burung, ikan, dan hewan lainnya dilahirkan dengan otak yang telah terprogram dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk bertahan hidup, mengumpulkan makanan, dan mereproduksi jenis mereka sendiri. Misalnya, beberapa burung yang bermigrasi dapat melakukan perjalanan ke lokasi di mana mereka tidak pernah jelajahi sebelumnya, yang memungkinkan mereka untuk bertahan hidup. Hewan-hewan lainnya juga memiliki insting yang independen untuk belajar. Tapi bayi manusia yang baru dilahirkan sangat tidak berdaya. Dia harus membangun pengetahuan tentang dunianya sendiri secara bertahap.
Dari perspektif biologis, manusia yang dilahirkan dengan pengetahuan yang amat sangat kurang adalah hal yang istimewa. Hal ini memperkuat kemampuan spesies untuk bertahan hidup. Manusia dapat berkembangbiak di hampir lingkungan apapun, dan anak-anak mereka akan belajar tentang lingkungan melalui pengamatan dan interaksi dengan lingkungannya. Kita telah dikaruniai dengan hadiah genetic kuat satu-set kemampuan berpikir yang diprogram muncul secara bertahap, sehingga kita memiliki waktu untuk membangun kemampuan diri yang memungkinkan kita untuk belajar bagaimana bertahan hidup dalam lingkungan.
Kemampuan berpikir alami yang muncul pada manusia telah terbukti dengan baik. Dasar psikologis muncul melalui bukti kemampuan individu untuk menangani ide independen dan untuk berhubungan dalam meningkatkan kombinasi pemikiran dalam rentang usia dua atau tiga tahun dan sekitar usia 3 sampai 17 tahun (Pascual-Leone, 1970; Case, 1974). Hal ini juga dibangun melalui kecenderungan individu untuk meniru perilaku individu lain dalam rentang usia dua sampai tiga tahun dan saat mereka bertambah dewasa, untuk menggantikan diri menjadi contoh (Piaget, 1969). Dan banyak peneliti telah menemukan berbagai deskripsi tentang fenomena pemikiran manusia (Bruner, 1966; Erikson, 1950; Gagne, 1970; Vygotsky, 1974), yang mana semua ini digunakan dalam pengajaran siswa di dalam kelas.

A. Tahap 1 : Membangun sebuah Pengetahuan (Pemetaan suatu bentuk)
Aspek yang paling penting dari tahap ini adalah pembentukan objek permanen yaitu benda-benda yang telah diketahui sebelumnya meskipun dari hanya melihat. Pentingnya membangun pemikiran menjadi begitu mendasar bagi semua hal yang kita lakukan. Kita tidak akan tahu ke mana harus pulang pada malam hari, kita tidak berhenti membaca sebuah buku jika kita tidak bisa percaya bahwa tulisan pada halaman akan tetap sama ketika kita tidak membacanya. Mengetahui bahwa dunia dapat dipercaya untuk menjaga hal-hal tetap berada di tempatnya dan mereka adalah penting untuk semua pelajaran nanti.
Secara biologis, kita memiliki waktu sekitar tiga tahun usia anak-anak untuk menetapkan pengetahuan dasar lingkungan di mana kita hidup. Selain itu, otak dirancang untuk menyandikan kata-kata mudah. Anak-anak akan mengkodekan, rata-rata, sekitar 10 kata-kata baru setiap hari antara usia 2 sampai 5 tahun (Jackendoff, 1994). Anak-anak sangat aktif dan penuh semangat membentuk konsep dan mengaitkan konsep-konsep dengan kata-kata. Bahkan pada tahap awal, anak-anak mampu dengan sengaja melakukan proses penyelidikan yang berkontribusi pengetahuan untuk membangun pribadi anak.
B. Tahap 2 : Membandingkan hal yang telah diketahui untuk mempelajari hal yang belum diketahui
Kekuatan berpikir pada tahap ini luar biasa. Anak akan membentuk konsep mendasar tentang dunia fisik serta sifat (persamaan dan perbedaan perbandingan berdasarkan ukuran, bentuk, warna, dan sebagainya); tentang ordinal dan angka kardinal (satu per satu penulisan derajat yang bervariasi); tentang semua langkah (perbandingan ukuran yang dikenal, seperti tongkat meter, untuk ukuran yang tidak diketahui, seperti dimensi tabel), dan tentang penggunaan simbol yang bermakna (pengakuan kata). Anak akan belajar lebih banyak kata pada tahap ini daripada dia istirahat. Dia juga bisa belajar untuk membaca musik dan dengan koordinasi motorik yang tepat, memainkan alat musik, pola tari yang kompleks, atau melaksanakan rutinitas atletik senam atau lainnya.

C. Tahap 3 : Menempatkan hal secara bersama-sama
Proses berpikir berikutnya dimulai pada usia 6 tahun dan ditetapkan bagi kebanyakan anak usia 8 tahun (Lovell dan lain-lain, 1962; Smedslund, 1964; Bruner dan Kenney, 1966). Proses ini memungkinkan anak untuk mengelompokkan semua objek di set berdasarkan satu atribut umum. Tanpa instruksi formal, anak akan meletakkan semua benda biru bersama-sama dari susunan objek, dan kemudian terus mengurutkan kuning, merah, dan warna lainnya lainnya ke dalam kelompok-kelompok. Di sekolah formal, konsep "semua" dan "beberapa" dapat dengan mudah diajarkan pada tahap ini. Pada konsep-konsep ini, anak dapat membangun pemahaman tentang semua operasi dasar matematika. Aturan sederhana dapat dipahami dan dihasilkan oleh anak jika diberi kesempatan. Dalam keberadaan kita sehari-hari, kita jarang menggunakan berpikir lebih tinggi dari tahap ini.

D. Tahap 4 : Ide-ide simultan
Ketika anak-anak mulai memiliki mental berpikir yang menunjukkan mereka dapat menggabungkan lebih dari satu ide pada suatu waktu, mereka telah memasuki tahap 4. Bagi kebanyakan anak kemampuan ini terjadi pada usia 8 tahun dan terus berkembang sampai usia 10 tahun (Inhelder dan Piaget, 1964; Vernon, 1965). Siswa mulai menikmati permainan kata dan dapat dengan mudah mengerti homonim. Mereka mulai kreatif menulis dari "itu adalah sebuah rumah tua, yang merupakan rumah coklat; itu adalah rumah kosong" (deskripsi dari rumah, satu properti pada satu waktu) untuk "itu adalah, warna coklat tua, rumah kosong" (deskripsi bervariasi untuk kata benda yang sama). Penalaran ilmiah mereka mulai muncul dari berpikir trial and error atau mengikuti sebuah "resep" exprimental untuk merenungkan dampak dari membandingkan 2 situasi secara bersamaan dalam kondisi yang berbeda. Dalam pelajaran matematika, tempat dan nilai sekarang dapat dengan mudah dipahami. Esensi dari kualitas tulisan menjadi lebih jelas dan baik.

E. Tahap 5 : Hubungan-hubungan super ordinat atau sub-ordinat
Berpikir tentang hubungan antara kelompok-kelompok objek dan konsep lebih tinggi dari anak-anak merupakan indikator dari tahap perkembangan. Hal ini muncul pada usia 11 tahun. Berpikir menyadari bahwa jika salah satu koleksi benda-benda termasuk dalam kelompok, maka semua objek dalam pengelompokan yang lebih kecil adalah bagian dari yang lebih besar. Sebaliknya, bagian dari kelas yang lebih besar berisi semua yang lebih kecil. Ada pengakuan bahwa keseluruhan sama dengan jumlah bagian-bagiannya dan contoh untuk mewakili keseluruhan tidak ada. Pola kemampuan siswa pada tahap ini ditandai oleh masuknya satu atau lebih kelas objek di dalam kelas lebih tinggi dari objek. Siswa mengakui bahwa seluruh (Kelas besar) adalah sama dengan jumlah bagian-bagiannya (yang subclass) dan bahwa ada hubungan yang logis antara kelas besar dan kecil. Misalnya, siswa menyadari bahwa semua paus adalah mamalia tetapi bahwa tidak semua mamalia adalah paus. Pada tahap ini siswa dapat sepenuhnya memahami bahwa mereka hidup di kota tertentu dan negara tertentu pada saat yang sama, dan yang satu adalah lebih tinggi yang lain.

F. Tahap 6 : Penalaran Kombinasi
Tahap selanjutnya terungkap pada usia 13-14 tahun (Lawson dan Renner, 975; Lowery, 1981b), di mana siswa menjadi lebih fleksibel dalam berpikir. Individu pada tahap ini dapat mengklasifikasikan objek dengan satu atau lebih atribut, maka reklasifikasi mereka dalam berbagai cara yang berbeda, masing-masing menyadari bahwa cara yang diperbolehkan di waktu yang sama dan bahwa pilihan untuk pengaturan tergantung pada tujuan seseorang. Sekolah tidak harus terus mengajar di tingkat kelas atas seperti cara mereka mengajar di tingkat awal, hanya membuat konten yang lebih abstrak. Siswa perlu pengalaman yang tepat untuk berpikir bahwa mereka sedang belajar. Jika pengalaman tersebut tidak diberikan pada tahap ini, banyak siswa, sebagai orang dewasa, tidak akan mampu untuk mengidentifikasi dan mengisolasi kemungkinan kombinasi hubungan yang terlibat dalam masalah kompleks yang akan mereka hadapi dalam kehidupan pribadi dan professional mereka.

G. Tahap 7 : Berpikir fleksibel
Ketika tahap 7 muncul pada usia 16 tahun (Karplus dan Karplus, 1972; Lowery, 1981a; Lowery, 1981b), siswa dapat mengembangkan kerangka berpikir berdasarkan alasan logis tentang hubungan antara benda atau ide-ide, sementara pada saat yang sama menyadari bahwa pengaturan adalah salah satu dari banyak kemungkinan yang pada akhirnya dapat diubah berdasarkan wawasan baru. Tahap ini dicirikan oleh individu yang sudah mampu untuk mengklasifikasikan dan reklasifikasi objek atau ide-ide ke dalam hierarki yang terkait atau kelas inklusif. Pola pikiran manusia pada tahap ini menjadi kompleks dan dapat dinyatakan dalam berbagai cara.

2.5.1. Teori Perkembangan Piaget
Psikolog Swiss, Jean Piaget, merancang model yang mendeskripsikan bagaimana manusia memahami dunianya dengan mengumpulkan dan mengorganisasikan informasi. Menurut Piaget seperti yang dikutip Woolfolk (2009) perkembangan kognitif dipengaruhi oleh maturasi (kematangan), aktivitas dan transmisi sosial. Maturasi atau kematangan berkaitan dengan perubahan biologis yang terprogram secara genetik. Aktivitas berkaitan dengan kemampuan untuk menangani lingkungan dan belajar darinya. Transmisi sosial berkaitan dengan interaksi dengan orang-orang di sekitar dan belajar darinya.
Piaget mengadakan penelitian pada anak mengenai perkembangan kognitif anak. Dari penelitiannya Piaget mengusulkan 4 tahapan perkembangan kognitif yang tiap tahapannya berhubungan dengan usia dan cara berpikir. Tahap-tahap itu adalah:

1. Tahap Sensorimotor (dari usia lahir sampai 2 tahun)
Pada tahap ini seorang bayi membangun pemahamannya tentang dunia sekitarnya melalui koordinasi pengalaman indrawinya dengan gerakan motorik. Pada awal masa perkembangan bayi tak berbeda jauh dari gerakan refleksnya. Di akhir tahapan seorang bayi mulai bisa membedakan dirinya dan dunia sekitarnya dan mulai menyadai bahwa objek akan tetap ada walau tak terlihat atau tak terdengar.

2. Tahap Preoperasional (kira-kira usia 2 sampai 7 tahun)
Ciri utama fase ini adalah berpikir simbolik dan berpikir intuitif, egosentris dan animisme serta suka mendengarkan dongeng. Berpikir simbolik pada fase ini adalah anak sudah dapat mengungkapkan konsep yang tersusun dalam skemata di dalam imajinasinya, dan diungkapkan dalan bentuk kalimat dan gambar. Sedangkan animisme artinya anak percaya bahwa objek yang tidak bergerak dapat melakukan kegiatan seperti benda hidup. Pada tahap ini anak belum bisa berpikir konservasi atau irreversibel.

3. Tahap Operasional Konkret (kira-kira usia 7 sampai 11 tahun)
Menurut Santrok juga Jamaris, pada usia ini anak sudah mempu melakukan seriasi dan klasifikasi terhadap satu set objek dan juga menemukan hubungan logis antara elemen-elemen yang tersusun secara teratur (transitivity). Pada tahap ini anak juga mampu memecahkan masalah secara konkrit atau dalam bentuk kegiatan nyata. Selain itu anak juga sudah mulai mengurangi sifat egosentrisnya. Anak pada tahap ini sudah mengerti konsep irreversibel dan konservasi. Misalnya. Anak sudah mulai mengerti bahwa jika air dituangkan ke wadah lain maka volume/banyaknya tetap sama.

4. Tahap Operasional Formal (kira-kira usia 11- 15 tahun sampai dewasa).
Tahap operasional formal adalah tahap terakhir perkembangan kognitif menurut teori Piaget. Siswa pada usia ini telah mampu berpikir abstrak, idealistis dengan cara yang logis.

Pembelajaran adalah Proses Berpikir
Belajar adalah proses berpikir. Belajar berpikir menekankan kepada proses mencari dan menemukan pengetahuan melalui interaksi antara individu dengan lingkungan. Dalam pembelajaran berpikir proses pendidikan di sekolah tidak hanya menekankan kepada akumulasi pengetahuan materi pelajaran, akan tetapi yang diutamakan adalah kemampuan siswa untuk memperoleh pengetahuannya sendiri (self regulated).
Asumsi yang mendasari pembelajaran berpikir adalah bahwa pengetahuan itu tidak datang dari luar, akan tetapi dibentuk oleh individu itu sendiri dalam struktur kognitif yang dimilikinya. Atas dasar asumsi itulah pembelajaran berpikir memandang, bahwa mengajar itu bukanlah memindahkan pengetahuan dari guru pada siswa, melainkan suatu aktivitas yang memungkinkan siswa dapat membangun sendiri pengetahuannya. Menurut Bettencourt dalam Sanjaya (2009) dikatakan bahwa, mengajar dalam pembelajaran berpikir adalah berpartisipasi dengan siswa dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi.
Dalam proses pembelajaran La Costa (Sanjaya, 2009), mengklasifikasikan mengajar berpikir menjadi tiga, yaitu:
1) Teaching of thinking, adalah proses pembelajaran yang diarahkan untuk pembentukan keterampilan mental tertentu, seperti misalnya keterampilan berpikir kritis, berpikir kreatif, dan lain sebagainya. Dengan demikian, jenis pembelajaran ini lebih menekankan kepada aspek tujuan pembelajaran.
2) Teaching for thinking, adalah pembelajaran yang diarahkan pada usaha menciptakan lingkungan belajar yang dapat mendorong terhadap pengembangan kognitif. Jenis pembelajaran ini lebih menitikberatkan kepada proses menciptakan situasi dan lingkungan tertentu, contohnya menciptakan suasana keterbukaan yang demokratis, menciptakan iklim yang menyenangkan sehingga memungkinkan siswa dapat berkembang secara optimal.
3) Teaching about thinking, adalah pembelajaran yang diarahkan pada upaya untuk membantu agar siswa lebih sadar terhadap proses berpikirnya. Jenis pembelajaran ini lebih menekankan kepada metodologi yang digunakan dalam proses pembelajaran.
Pada kenyataannya, proses pembelajaran berpikir menyangkut tiga hal tersebut. Artinya, dalam pelaksanaan pembelajaran, kita tidak mungkin melepaskan ketiga aspek di atas. Contohnya, untuk dapat melatih keterampilan berpikir tertentu kepada siswa sangat diperlukan suasana yang mendukung serta metodologi yang dianggap efektif. Oleh karenanya, ketiga hal di atas, memiliki keterkaitan yang sangat erat bahkan tidak dapat dipisahkan.

Proses Pembelajaran adalah Memanfaatkan Potensi Otak
Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal. Menurut beberapa ahli, otak manusia terdiri dari dua bagian, yaitu otak kanan dan otak kiri. Masing-masing belahan otak memilki spesialisasi dalam kemampuan-kemampuan tertentu.

Sifat Proses Berpikir Otak Kiri
Kedua belahan otak yang dimiliki manusia merupakan dua bagian yang tidak terpisah tanpa ada hubungan. Kedua belahan otak tersebut tetap saja memiliki hubungan (koneksi), walaupun setiap belahan otak bentunya memiliki fungsi yang berbeda satu dengan yang lain. Proses berpikir otak kiri bersifat: logis, linier (searah), rasional, sistematis, dan detail.

1. Logis
Logis merupakan suatu cara berpikir di mana bentuk dari berpikir itu sudah terpola dengan baku. Sebuah kesimpulan dalam cara berpikir logik didapat melalui suatu proses yang taat/terikat pada pola tersebut. Misalnya ada sebuah pernyataan bahwa semua manusia pasti mati (premis mayor). Kemudian ada pernyataan berikutnya yang mengatakan bahwa Tono adalah manusia (premis minor). Dari dua pernyataan tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa Tono pasti mati. Pada cara berpikir logis, sebuah kesimpulan didapat melalui sebuah penalaran yang sudah berpola.
2. Linier
Linier merupakan suatu cara berpikir di mana apa yang dipikirkan selalu searah. Misalnya apabila kita masuk ke dalam suatu ruangan yang gelap maka kita tidak akan dapat melihat, semakin gelap maka semakin tidak dapat melihat. Berpikir linier selalu melihat suatu hubungan berjalan searah.
3. Rasional
Rasional merupakan berpikir dengan menggunakan rasio sebagai dasar berpikirnya. Ide atau gagasan yang diperoleh didapat melalui suatu proses pertama informasi di tangkap oleh indera, kemudian diolah di otak, dihubungkan dengan pengetahuan sebelumnya, kemudian menghasilkan sebuah ide atau gagasan. Ini berbeda dengan berpikir intuitif di mana ide atau gagasan tiba-tiba muncul entah dari mana asalnya.
4. Sistematis
Sistematis merupakan proses berpikir di mana berpikir merupakan tahapan, dari tahap yang paling awal, kemudian, dan akhir. Dalam berpikir sistematis tidak diperkenan melewati satu tahapan dalam berpikir (loncat-loncat).
5. Detail
Berpikir detail merupakan berpikir di mana apa yang kita pikirkan kita bagi pada bagian yang rinci. Kemudian kita telaah secara spesifik dan mendalam.

Sifat Proses Berpikir Otak Kanan
Belahan otak kanan memiliki fungsi yang khusus yang berlainan dengan belahan otak kiri. Belahan otak kanan memiliki fungsi: acak, tidak teratur, intuitif, dan menyeluruh.

1. Acak
Acak yang dimaksud di sini adalah bahwa belahan otak kanan bekerja menghasilkan suatu ide, atau suatu kesimpulan tidak melalui suatu proses berpikir yang kaku. Dalam menghasilkan suatu lukisan yang indah seorang pelukis menemukan idenya tanpa harus berpikir logik. Ia berimajinasi dari suatu peristiwa pada peristiwa yang lain, dari suatu keadaan kepada keadaan yang lain.
2. Tidak Teratur
Belahan otak kanan memiliki karakterisik untuk berpikir tidak teratur. Ia dapat langsung pada ide pokoknya baru pada bagian lain yang lebih kecil, atau memulai sesuatu tanpa ada tahapan yang jelas.
3. Intuitif
Berpikir intuitif adalah berpikir di mana ide atau gagasan didapat tanpa melalui proses berpikir yang rasional. Ide atau gagasan itu muncul saja dari dalam pikirannya tanpa ia mengetahui dari mana asal pikiran itu. Ketika berada dalam kamar mandi terkadang muncul solusi atas permasalahan yang sebelumnya tidak kita ketemukaan jawabannya. Atau tiba-tiba kita ingin sekali pergi menemui ibu kita di rumah tanpa ada sesutu yang terjadi sebelumnya. Itulah berpikir intuitif.
4. Menyeluruh
Berpikir menyeluruh adalah berpikir dengan mempertimbangkan banyak hal. Melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang, berbagai aspek. Dengan fungsi otak kanan ini, manusia dapat berpikir bahwa yang menyebabkan banjir bukan hanya karena hujan besar, akan tetapi banyak faktor lain lagi, seperti perilaku membuang sampah di kali, hilangnya daerah serapan air, banyaknya bangunan, dan lain sebagainya.
Cara berpikir otak kanan bersifat acak, tidak teratur, intuitif, dan menyeluruh. Cara berpikirnya sesuai dengan cara-cara untuk mengetahui yang bersifat nonverbal, seperti perasaan, dan emosi, kesadaran yang berkenaan dengan perasaan (perasaan kehadiran suatu benda atau orang), kesadaran ruang, pengenalan bentuk dan pola, musik, seni, kepekaan warna, kreativitas, dan visualisasi.
Namun, bukan berarti belahan otak kanan lebih penting daripada belahan otak yang kiri, ataupun sebaliknya. Kedua-duanya sangat penting, karena itu keduanya harus dikembangkan secara seimbang agar fungsi masing-masing belahan berjalan seimbang dan saling menguatkan. Jika hanya terfokus pada salah satu belahan maka belahan yang kurang berkembang akan terhambat dalam menjalankan fungsinya. Anak menjadi miskin kreativitas bila ia lebih banyak dirangsang untuk menggunakan belahan otak kirinya. Sebaliknya jika fungsi belahan otak kanannya yang lebih kerap digunakan, nantinya anak malah lambat dalam berpikir logis, linier dan teratur yang juga digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa latihan dan kebiasaan ini sebaiknya dilakukan tiap hari.
Pendapat lain tentang otak adalah teori Otak Triune. Triune berarti “three in one”. Menurut teori otak Triune, otak manusia terdiri dari tiga bagian, yaitu otak reptile, system limbic, dan neokorteks.
Otak reptile adalah otak paling sederhana. Tugas utama otak ini adalah mempertahankan diri. Otak ini menguasai fungsi otomatis seperti degupan jantung dan system peredaran darah. Disinilah pusat perilaku naluriah yang cenderung mengikuti contoh dan rutinitas secara membuta. Otak reptile diyakini sebagai otak hewan yang berfungsi untuk mengejar kekuasaan. Ia akan berbuat apa saja demi mencapai tujuan yang diinginkannya termasuk untuk mempertahankan diri.
System limbic adalah otak tengah yang memainkan peranan besar dalam hubungan manusia dan dalam emosi. Fungsi otak ini bersifat social dan emosional. Di otak ini juga terkandung sarana untuk mengingat jangka panjang.
Neokorteks adalah otak yang paling tinggi tingkatannya. Otak ini memiliki fungsi tingkat tinggi, misalnya mengembangkan kemampuan berbahasa, berpikir abstrak, memecahkan masalah, merencanakan kedepan dan berkreasi. Otak ni yang membuat manusia berbeda dengan makhluk lain ciptaan Tuhan.
Proses pendidikan mestinya mengembangkan setiap bagian otak. Apabila proses pembelajaran mampu mencapai otak neokorteks, maka sudah barang tentu otak reptile dan system limbic akan terkembangkan; namun demikian pembelajaran yang hanya menyentuh system limbic apalagi otak reptile belum tentu neokorteks akan terkembangkan. Dengan demikian, pembelajaran mestinya mengembangkan kemampuan-kemampuan yang berhubungan dengan fungsi neokorteks, melalui pengembangan berbahasa, memecahkan masalah, dan membangun kreasi.

Cara Memaksimalkan Kerja Otak
Beberapa cara sederhana berikut ini dapat dilakukan untuk memaksimalkan kerja otak kita, serta menjaga otak kita dari kepikunan:

1) Biasakan sarapan.
Sarapan merupakan energi untuk aktivitas kita. Dengan sarapan, berarti kita memiliki cadangan energi agar tetap fit dalam beraktivitas. Kenyatannya, banyak orang menyepelekan sarapan. Padahal, tidak mengkonsumsi makanan di pagi hari menyebabkan turunnya kadar gula dalam darah. Hal ini berakibat pada kurangnya masukan nutrisi pada otak yang akhirnya berakhir pada kemunduran otak. Karena itu pula, di bulan puasa kita dianjurkan untuk bersantap sahur. Tujuannya, agar ada cadangan energi untuk melakukan aktivitas selama seharian berpuasa. Nutrisi otak tidak hanya belajar dan menghapal, tapi juga makanan yang akan mentimulasi saraf-saraf kerja otak agar bekerja secara maksimal. Selain sarapan, mengkonsumsi makanan penambah daya ingat seperti minum teh dan pegagan juga sangat membantu asupan nutrisi otak.

2) Hindari terlalu banyak makan.
Mengontrol nafsu makan sama pentingnya dengan mengontrol emosi. Terlalu banyak makan akan mengeraskan pembuluh otak. Dalam jangka waktu tertentu, pengerasan pembuluh otak biasanya menuntun kita pada menurunnya kekuatan mental. Terlalu banyak makan biasanya mengundang kantuk. Terlalu sering tidur umumnya berarti sering membuat otak tidak terpakai alias libur. Lama-lama otak menjadi tumpul, banyak lupa dan bisa saja menyebabkan kemunduran mental dan pikun. Perut yang terlalu penuh terisi makanan akan melemahkan pikiran, sehingga fungsi kerja otak tidak maksimal.

3) Menghindari Merokok.
Selain berbahaya untuk jantung, paru-paru dan mengganggu fertilisasi, merokok juga berakibat sangat mengerikan pada otak kita. Merokok menyebabkan otak kita bisa menyusut dan akhirnya kehilangan fungsi-fungsinya. Dengan menyusutnya otak dan hilangnya fungsi otak, kita rawan Alzheimer (pikun), apalagi di masa tua kelak. Bahaya merokok tidak main-main, baik untuk perokok aktif maupun pasif. Kandungan nikotin berpengaruh besar terhadap kerusakan organ-organ tubuh manusia, termasuk otak kita.

4) Hindari mengkonsumsi gula berlebihan.
Terlalu banyak mengkonsumsi gula bisa meningkatkan risiko berbagi penyakit, seperti diabetes. Bagi otak, terlalu banyak asupan gula akan menghalangi penyerapan protein dan gizi sehingga tubuh kekurangan nutrisi dan perkembangan otak terganggu. Protein berguna untuk kecerdasan dan ketajaman daya ingat, sehingga jika asupannya terganggu, daya ingat akan melemah dan kurang konsentrasi. Sebaiknya, konsumsi gula sesuai kebutuhan tubuh saja, berimbang dengan kandungan gizi makanan lainnya. Sesuatu yang terlalu atau berlebihan memang tidak baik untuk kesehatan fisik, psikis dan otak kita.

5) Mewaspadai dan menghindari polusi udara.
Saat ini memang cenderung sulit menghindari polusi udara karena polusi udara sudah merambah ke hampir tiap sudut wilayak negeri. Tetapi paling tidak kita harus bisa mengantisipasi dan mengurangi risiko terkena polusi itu. Otak adalah bagian tubuh yang paling banyak menyerap udara. Jika terlalu lama berada di lingkungan dengan udara yang penuh polusi akan membuat kerja otak tidak efisien. Logikanya, kita pasti merasa tidak nyaman ketika berada di lingkungan berpolusi, sesak, bau dan sebagainya. Dalam kondisi seperti ini, kita juga akan sulit mengoptimalkan pikiran dan memusatkan perhatian karena perasaan tak nyaman itu.

6) Tidur dan istirahat yang cukup.
Tidur tidak sekedar mengistirahatkan tubuh, tetapi juga mengistirahatkan otak, khususnya serebral korteks. Serebral korteks ini adalah bagian otak terpenting atau fungsi mental tertinggi, yang digunakan untuk mengingat, memvisualisasikan dan membayangkan, serta menilai dan memberikan alasan sesuatu. Bila kita sering melalaikan tidur akan membuat sel-sel otak banyak yang mati kelelahan. Memaksakan otak bekerja keras tanpa istirahat sama dengan membunuh banyak sel-sel otak kita. Menurut penelitian, 24 jam saja kita tidak tidur, maka akan muncul gejala gangguan mental serius, seperti cepat marah, kehilangan memori, berhalusinasi dan berilusi. Ini merupakan reaksi dari kelelahan otak yang disebabkan pula lelahnya otot atau fisik kita karena tidak tidur. Jika sudah begini, jangankan memaksimalkan kerja otak, mengontrol emosi pun akan lebih sulit.

7) Tidur dalam gelap tanpa menutupi kepala.
Ketika tidur, sebaiknya ada sirkulasi udara yang lancar. Biasakan untuk meminimalkan penggunaan lampu agar tercipta suasana kegelapan yang alami. Kegelapan ternyata bisa membantu mengatasi kelelahan tubuh dan pikiran kita, sehingga produksi hormon melatonin optimal. Hormon melatonin bermanfaat untuk menjaga irama tubuh dalam pengaturan tidur, meningkatkan imunitas tubuh, membantu relaksasi otot, meningkatkan mood dan menghilangkan ketegangan pikiran. Membiarkan kepala terbuka saat tidur sama dengan menyerap asupan hawa yang penting untuk sirkulasi otak kita. Sebaliknya, menutupi kepala ketika tidur merupakan kebiasaan buruk yang sangat berbahaya. Karbondioksida yang diproduksi selama tidur akan terkonsentrasi, sehingga otak tercemari. Lama-lama otak menjadi rusak.
8) Jangan berpikir terlalu keras ketika sakit.
Saat sakit, tubuh sedang mengalami penurunan kemampuannya. Bekerja keras, berpikir keras atau memaksakan belajar ketika kondisi tubuh sedang tidak fit akan berpengaruh terhadap daya otak kita. Jika dipaksakan, kerja otak menjadi tidak efektif dan bisa merusak sel-sel otak. Karena itu, para ahli medis sering menyarankan agar jangan banyak pikiran ketika sakit. Tujuannya, supaya kerja otak kita yang tidak optimal saat sakit tidak terlalu terbebani. Organ-organ tubuh manusia memiliki kelemahan, sehingga perlu dipulihkan dan diberi kesempatan untuk rehat (relaksasi). Berdoa dengan khusyuk merupakan cara terbaik yang bisa menumbuhkan penyerahan dan kepasrahan diri, serta ketenangan jiwa dan pikiran, sehingga bisa mempercepat proses penyembuhan. Kedekatan ini yang akan membuat pikiran kita semakin positif , sehingga otak kita juga rileks dan cepat pulih.

9) Meningkatkan stimulasi otak.
Berpikir adalah cara terbaik untuk melatih kerja otak. Kurang berpikir justru membuat otak menyusut dan akhirnya tidak berfungsi maksimal. Kontinuitas berpikir yang baik terjadi ketika kita tetap belajar. Artinya, kita wajib belajar sepanjang usia kita. Belajar tidak harus selalu diasumsikan dengan sekolah karena banyak sumber belajar yang sederhana dan mudah dijalani. Membaca buku-buku yang bermanfaat, karena membaca dapat meningkatkan kemampuan daya ingat dan konsentrasi. Otak yang terstimulasi dengan energi positif akan bekerja secara positif dan maksimal, serta akan menghasilkan pemikiran-pemikiran positif, sehingga kepikunan dan kerusakan otak bisa dicegah.

10) Melakukan pembicaraan yang bermanfaat.
Ngobrol, bercerita, curhat atau melakukan percakapan ternyata memiliki efek positif pada otak. Percakapan intelektual biasanya membawa efek bagus pada kerja otak yang dipicu oleh proses berpikir yang baik. Sharing masalah dengan orang yang tepat juga bisa menstimulasi otak kita untuk berpikir solutif dan terkontrol karena masukan yang tepat akan membuat wawasan berpikir kita semakin kaya. Dengan banyak menerima informasi yang berbeda, memori otak juga semakin terlatih, menyimpan dan menyalurkan informasi tersebut dengan terarah. Otak juga bisa jenuh kalau hanya terkurung dalam kebisuan dan menerima informasi yang monoton. Memanfaatkan kemampuan bicara kita untuk menerima dan menyampaikan hal yang bermanfaat baik untuk otak dan hubungan sosial kita. Mengikuti kegiatan sosial juga dapat menjadi sarana untuk melakukan pembicaraan dan kegiatan yang bermanfaat, sehingga keuntungan sosialisasi didapat, otak pun tidak cepat rusak.

11) Menulislah.
Selain bicara, otak juga dapat dioptimalkan fungsi kerjanya dengan menulis. Menulis ekspresif seperti menulis diary atau menulis kronologis seperti menulis biografi, serta menulis ilmiah akan meningkatkan daya kerja otak. Membaca, berpikir dan menulis merupakan rangkaian stimulus otak yang komplit. Ketika menulis, otak kiri dan kanan kita ikut bekerja, sehingga keseimbangan fungsi otak tetap terjaga dan daya ingat kita terasah untuk mengolah ide menjadi kata dan bahasa yang dituangkan dalam kalimat-kalimat di tulisan kita. Saat ini, media menulis sudah semakin berkembang, menulis di blog bisa menjadi salah satu alternatif menulis dan sharing informasi dengan orang lain. Selain otak kita terasah, perasaan dan pemikiran kita tersalurkan juga bisa meluaskan hubungan sosial kita.

12) Olahraga teratur.
Olahraga penting untuk menjaga kebugaran tubuh dan mengaktifkan fungsi-fungsi organ tubuh. Jika koordinasi antarorgan tubuh terjalin dengan baik, maka asupan nutrisi juga lancar, sehingga tidak hanya tubuh yang fit, tetapi juga otak yang “cling”. Saat ini dikembangkan kegiatan olahraga yang berfungsi mengaktifkan fungsi kerja otak agar tergindar dari kepikunan. Istilahnya GLO (Gerak Latih Otak) atau biasa disebut senam otak. Inti dari senam otak ini ialah meredakan ketegangan, peregangan saraf dan otot, pengaturan nafas, serta pemusatan konsentrai. Kita juga dapat melakukan olahraga ringan seperti jogging, dan catur. Sebagaimana diungkapkan Ahli Geriatri dari Montefiore Medical Center, Dr Gary Kennedy bahwa mengerjakan teka-teki silang, bermain catur atau belajar bahasa bisa bermanfaat untuk meningkatkan fungsi kerja otak, sehingga terhindar dari demensia dan Alzheimer.

13) Relaksasi dan Rekreasi.
Rekreasi merupakan salah satu kegiatan relaksasi otak dari kepenatan. Rekreasi ke tempat-tempat yang menyenangkan, atau rekreasi dengan melakukan kegiatan seputar hobi bisa membuat otak rileks. Perasaan suka dan bahagia yang dirasakan ketika rekreasi ini akan menstimulasi kerja otak kita, sehingga pikiran lebih segar dan tidak mumet.

14) Beribadah dengan khusyuk.
Beribadah dan berdoa dengan khusyuk akan meningkatkan konsentrasi dan meningkatkan kemampuan memusatkan perhatian. Kedua hal ini merupakan pilar sekaligus akar daya ingat yang akan menjaga keseimbangan memori dan fungsi otak. Secara spiritual, ibadah yang khusyuk dan dzikrullah memberikan efek konsentrasi dan relaksasi hati juga pikiran kita karena kita memasrahkan raga dan jiwa kepada Yang Memiliki kita. Segala persoalan hidup, harapan dan kebutuhan tersampaikan dalam hubungan vertikal yang dalam. Menenangkan jiwa, menumbuhkan spirit dan menanamkan optimis akan kekuatan Maha Pencipta. Kesadaran, kepasrahan dan konsentrasi spiritual inilah yang mampu menjaga otak dari kepikunan karena kita selalu ingat akan Yang Menciptakan kita.

Pembelajaran Berlangsung Sepanjang Hayat
Belajar adalah proses yang terus-menerus, yang tidak pernah berhenti dan tidak terbatas pada dinding kelas. Hal ini berdasar pada asumsi bahwa sepanjang kehidupannya manusia akan selalu dihadapkan pada masalah atau tujuan yang ingin dicapainya. Dalam proses mencapai tujuan itu, manusia akan dihadapkan pada berbagai rintangan. Manakala rintangan sudah dilaluinya, maka manusia akan dihadapkan pada tujuan atau masalah baru; untuk mencapai tujuan itu manusia akan dihadapkan pada rintangan baru pula, yang kadang-kadang rintangan itu semakin berat. Demikianlah siklus kehidupan dari mulai lahir sampai kematiannya manusia akan senantiasa dihadapkan pada tujuan dan rintangan terus-menerus. Dikatakan manusia yang sukses dan berhasil manakala ia dapat menembus rintangan itu; dan dikatakan manusia gagal manakala ia tidak dapat melewati rintangan yang dihadapinya. Atas dasar inilah sekolah harus berperan sebagai wahana untuk memberikan latihan bagaimana cara belajar. Melalui kemampuan bagaimana cara belajar, siswa akan dapat belajar memecahkan setiap rintangan yang dihadapi sampai akhir hayatnya.
Prinsip belajar sepanjang hayat seperti yang telah dikemukakan di atas, sejalan dengan empat pilar pendidikan universal seperti yang dirumuskan UNESCO (1996) dalam Sanjaya (2009), yaitu:

(1) Learning to know, yang berarti juga learning to learn
Belajar itu pada dasarnya tidak hanya berorientasi kepada produk atau hasil belajar, akan tetapi juga harus berorientasi kepada proses belajar. Dengan proses belajar, siswa bukan hanya sadar akan apa saja yang harus dipelajari akan tetapi juga memilki kesadaran dan kemampuan bagaimana cara mempelajari yang harus dipelajari itu. Dengan kemampuan itu memungkinkan proses belajar tidak akan berhenti atau terbatas di sekolah saja, akan tetapi memungkinkan siswa secara terus-menerus belajar dan belajar. Inilah hakikat belajar sepanjang hayat. Apabila hal ini dimiliki siswa, maka masyarakat belajar (learning society) sebagai salah satu tuntutan masyarakat informasi akan terbentuk. Oleh sebab itu, dalam konteks learning to know juga bermakna “learning to think” atau belajar berpikir, sebab setiap individu akan terus belajar manakala dalam dirinya tumbuh kemampuan dan kemauan untuk berpikir.

(2) Learning to do
Belajar bukan hanya sekadar mendengar atau melihat dengan tujuan akumulasi pengetahuan, akan tetapi belajar untuk berbuat dengan tujuan akhir penguasaan kompetensi yang diperlukan dalam era persaingan global. Kompetensi akan dimiliki manakala anak diberi kesempatan untuk melakukan sesuatu. Dengan demikian, learning to do juga berarti proses pembelajaran berorientasi kepada pengalaman (learning by experiences).

(3) Learning to be
Belajar adalah membentuk manusia yang “menjadi dirinya sendiri”, dengan kata lain belajar untuk mengaktualisasikan dirinya sendiri sebagai individu dengan kepribadian yang memiliki tanggung jawab sebagai manusia. Dalam pengertian ini juga terkandung makna kesadaran diri sebagai makhluk yang memiliki tanggung jawab sebagai khalifah serta menyadari akan segala kekurangan dan kelemahannya.

(4) Learning to live together
Belajar adalah untuk bekerja sama. Hal ini sangat diperlukan sesuai dengan tuntutan kebutuhan dalam masyarakat global dimana manusia baik secara individual maupun secara kelompok tidak mungkin dapat hidup sendiri atau mengasingkan diri bersama kelompoknya. Dalam konteks ini termasuk juga pembentukan masyarakat demokratis yang memahami dan menyadari akan adanya setiap perbedaan pandangan antara individu.

Implikasi Dalam Dunia Pendidikan
Pentingnya dasar biologis untuk pengembangan pemikiran ini selalu sering diabaikan oleh pendidik. Periodik peningkatan pertumbuhan otak (mungkin pembentukan selular jaringan) ditambah dengan bentuk yang baru, kemampuan berpikir bebas (kemampuan awal yang berisi konten) yang diikuti oleh jangka waktu yang memungkinkan kemampuan baru menjadi terintegrasi, dapat digunakan, dan menjadi fungsional. Sayangnya, organisasi dan desain buku teks komersial tidak sesuai dengan kapasitas berpikir siswa. Banyak topik yang diperkenalkan pada tahap sebelum siswa dapat memahami mereka. Konten tidak diatur sehingga dapat dipelajari dan dibangun di atas usia setahun.
Kebanyakan guru yang sudah terbiasa mengajar dengan metode lama. Keterampilan dan peningkatan kompleksitas konsep sebagai siswa bergerak melalui kelas. Kurikulum harapan untuk kinerja siswa didasarkan di indeks kelas sekolah, usia kronologis, atau pencapaian skor, daripada pada kognitif pembangunan.

1) Meningkatkan Daya Ingat dan Logika Berpikir
Banyak orangtua yang berpandangan bahwa dengan sekali membaca anak yang pintar akan bisa mengingatnya dengan baik. Maka ketika seorang anak kemudian lupa pada apa yang baru dibacanya kemudian dianggap daya ingatnya rendah. Memang ada 1% anak yang seperti itu, tetapi kebanyakan anak membutuhkan waktu paling tidak 3 kali untuk mengulang dan mengingatnya kembali agar kuat tertanam di benaknya. Jadi tidak bosan mengulang membaca pelajaran adalah hal yang harus dibiasakan pada anak. Karena belum paham hal tersebut maka kita sebagai orangtua harus memotivasi mereka. Dengan bermain tebak-tebakan misalnya maka anak akan terdorong untuk mengingat kembali apa yang barusan dibacanya. Atau sesekali orangtua yang membaca dan anak mendengarnya, kemudian tanya anak kembali beberapa hal yang diingatnya. Bahkan main tebak-tebakan ini bisa dilakukan tiap waktu, sambil makan malam, sambil menonton TV, dalam perjalanan mengantarnya sekolah misalnya.

2) Alat Peraga dan Optimalkan Panca Indera
Alat peraga merupakan alat bantu yang sangat bagus untuk membuat ingatan anak makin kuat serta mudah mencerna sehingga daya analogi-logikanya berjalan. Misalnya menerangkan pembagian, pergunakan kerikil atau biji-bijian sehingga anak mudah memahami bahwa 20 biji kalau dibagi 2 maka sama rata tiap bagian akan berjumlah sepuluh. Dengan makin banyak alat bantu yang bisa disentuh, dilihat, dibaui dan didengarnya maka akan makin kuat memori anak. Jadi optimalkan kelima panca inderanya untuk membentuk kesan yang kuat pada memorinya.

3) Biasakan Rapi dan Disiplin
Sementara untuk membantu anak tidak melupakan barang-barangnya dan tidak teledor, maka biasanya anak bertindak rapi dan disiplin untuk meletakkan barang-barang sesuai dengan tempatnya. Misalnya bedakan di mana tempat menaruh peralatan sekolahnya, buku-buku pelajaran, alat-alat bermain, peralatan keterampilan, buku-buku sekolah maupun buku-buku komiknya. Kebiasaan kecil ini kalau diremehkan akan membentuk sikap teledor dan pelupa sampai dewasa.

4) Musik, Seni dan Olah Raga
Di pagi hari, hidupkan musik yang dinamis, siang hari musik yang lebih menenangkan agar anak bisa beristirahat. Musik apapun merupakan stimulan yang ampuh untuk membuat kita tenang atau memberikan dorongan semangat. Dorong anak mengembangkan bakat seni atau olah raga yang nampak disukainya. Bermain yang membutuhkan banyak gerakan fisik juga merupakan salah satu bentuk olah raga ringan yang bagus untuk merangsang otak kanannya seperti bersepeda atau kejar-kejaran. Akan lebih bagus lagi apabila lebih rutin dan terkontrol seperti berenang, lari pagi tiap minggu, karate dll.

5) Membaca dan Berbahasa yang Baik dan Benar
Membaca merupakan media untuk membuka jendela dunia. Kebiasaan membaca buku-buku yang baik yang memiliki kosa kata dan dialog yang baik merupakan contoh yang sering menjadi bahan imitasi berbahasa anak sehari-hari. Maka berikan buku-buku bacaan yang berkualitas. Demikian pula cara kita berbicara akan sering didengar anak dan menjadi contoh pula caranya berkomunikasi dengan orang lain, jadi pergunakan cara berbahasa yang baik dan benar. Membacakan cerita sebelum tidur, selain akan menambah kosa kata anak juga akan melatihnya berbahasa sesuai dengan dialog yang didengarnya.

6) Melatih Daya Tahan terhadap Rasa Kecewa
Banyak orangtua yang merasa bersalah karena masa kecilnya yang serba kekurangan atau merasa kurang waktu untuk anak, kemudian menggantikannya dengan memenuhi segala permintaan anak. Pada akhirnya anak sama sekali tidak pernah merasakan bagaimana rasanya ditolak keinginannya, bagaimana menahan keinginan, ataupun rasa kecewa ketika gagal mencapai suatu hal. Padahal hal-hal ini sangat berguna untuk merangsang kemampuan mengontrol diri dan melatih stabilitas emosinya, kemampuan pada otak kanan yang berhubungan dengan kecerdasan emosinya kelak. Jadi sesekali boleh kita melakukannya, tetapi tentu saja jangan biarkan anak frustrasi berkepanjangan, komunikasi dan berikan pengertian sehingga anak bisa belajar mentoleransi dan beradaptasi dengan rasa kecewanya. Berlatih dan membiasakannya menjadi kebiasaan rutin dan baik.
Siswa tidak boleh dibuat bosan oleh pekerjaan yang terlalu mudah atau dibiarkan tertinggal oleh pengajaran yang tidak mereka pahami. Disekuilibrium harus dijaga benar-benar pas untuk mendorong pertumbuhan.
Inti dari implementasi teori Piaget dalam pembelajaran antara lain sebagai berikut :
1) Memfokuskan pada proses berfikir atau proses mental anak tidak sekedar pada produknya. Di samping kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban tersebut.
2) Pengenalan dan pengakuan atas peranan anak-anak yang penting sekali dalam inisiatif diri dan keterlibatan aktif dalam kegaiatan pembelajaran. Dalam kelas Piaget penyajian materi jadi (ready made) tidak diberi penekanan, dan anak-anak didorong untuk menemukan untuk dirinya sendiri melalui interaksi spontan dengan lingkungan.
3) Tidak menekankan pada praktek-praktek yang diarahkan untuk menjadikan anak-anak seperti orang dewasa dalam pemikirannya.
4) Penerimaan terhadap perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan, teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh anak berkembang melalui urutan perkembangan yang sama namun mereka memperolehnya dengan kecepatan yang berbeda.

USAHA-USAHA MEMPERBAIKI METABOLIT SEKUNDER

2.1. Penggunaan Fusi Sel Untuk Produksi Senyawa Metabolit Sekunder
Minat yang besar dalam memproduksi senyawa-senyawa yang berguna seperti alkaloid, steroid, vitamnin dan pigmen sangat meningkat dengan perkembangan teknologi sel tanaman.
Metabolit sekunder dihasilkan oleh kultur sel tanaman. Meskipun demikian, produktivitas kultur sel masih lebih rendah daripada produktivitas tanaman di lapang. Akhir-akhir ini sudah dilaporkan beberapa lini sel yang berhasil dimantapkan dengan melakukan seleksi. Lini-lini sel ini menghasilkan senyawa metabolit sekunder dalam jumlah besar. Kultur protoplast juga sudah digunakan untuk pemuliaan tanaman, untuk mendapatkan mutan yang resisten terhadap obat-obatan, dan auxotroph serta untuk hibridisasi somatic. Sebagaian besar tanaman yang dipelajari berasal dari genus solanaceae. Teknologi protoplast yang dikembangkan dari kultur protoplast yang berasal dari lini-lini sel yang menghasilkan metabolit sekunder dalam jumlah besar akan menjadi bidang yang pentinga dalam teknologi kultur jaringan tanaman. Kultur protoplast penting untuk menyeleksi sel tunggal yang mengandung metabolit sekunder dalam jumlah tinggi.
Hal yang menarik adalah lini-lini sel yang berasal dari protoplast menunjukkan variasi kromosom meskipun setiap klon diturunkan dari protoplast tunggal.
Tanaman tingkat tinggi adalah organisme multiseluler yang terdiri dari sel-sel, jaringan yang berdiferensiasi. Sel-sel yang berdiferensiasi mempunyai potensi untuk memproduksi senyawa spesifik dalam jumlah dan kelakuan yang stabil. Dalam hal ini, sel tumbuhan berbeda dari sel mikroorganisma, seperti bakteri, dimana cloning sel tunggal dapat dilakukan dengan sangat efektif untuk mendapatkan sel yang mempunyai karakter yang spesifik. Untuk mendiferensiasi metabolit sekunder, metoda seleksi yang dipilih harus berbeda dari metoda seleksi yang digunakan untuk mengisolasi sel tunggal yang mampu menghasilkan metabolit sekunder dalam jumlah besar. Produktivitas metabolit sekunder yang dihasilkan dengan kultur sel adalah fungsi dari jumlah metabolit pada sel dan kecepatan petumbuhan sel. Dengan mempergunakan kultur protoplast, hal ini penting untuk mendapatkan lini sel yang tumbuhan sangat cepat akan menghasilkan hibridoma tanaman.

A. Fusi Protoplas Tanaman
Fusi protoplas tanaman dari jaringan yang sama dapat terjadi dengan sendirinya selama isolasi. Tetapi fusi protoplas tanaman dari spesies yang berbeda harus diinduksi. Saat ini tersedia berbagai teknik fusi protoplasma tanaman. Teknik yang banyak digunkan di Prairie Regional Laboratory yaitu pemberian larutan polietilenglikol (PEG) pada campuran protoplas dari dua spesies yang berbeda dan kemudian dielusi dengan pH tinggi dan larutan ion Ca2+ kadar tinggi. Fusi intergenerik terjadi dengan laju sampai 40-50%. Teknik untuk mengidentifikasi heterokariosit (heterokarion) membutuhkan penggunaan protoplas hijau yang diisolasi dari daun (L), protoplas merah jambu yang diisolasi dari sel yang dikulturkan (C).
Prosedur ini, ampuh untuk melakukan fusi protoplas berbagai spesies:
1. kedele (C) dan jelai (L), jagung (L), beras belanda (L), kacang polong (L), alfalfa (L), Crepis capillaries (L), Vicia hajastana (L), dan Nicotiana glauca (L).
2. Vicia hajastana (C), dengan kacang polong (L).
3. Nicotiana glauca (L), dengan Nicotiana langsdorfii (L), dan petunia (P).
4. kacang polong (P), dan oat (L), jelai (L), dan petunia (L).

I. PROSEDUR
Isolasi protoplas
1. Kedele
a. camprkan 1 ml kultur suspense usia 2 hari (5% v/v) dengan larutan enzim A 0,7 ml dlaam cawan perti Falcon 60 x 15 mm.
b. Segel cawan dengan parafilm dan inkubasi pada 24 0C selama 8 jam, kemudian pada 10 0C selam 18-20 jam.
Catatan: Setiap jam, pada 4-5 jam pertama inkubasi, aduk preparat perlahan-lahan selamabeberapa detik.
2. Jelai (juga digunakan untuk jagung dan gandum)
a. Bilas daun jelai dengan etanol 60% (gunakan botol semprot). Biarkan etanol menguap (sekitar 2-3 menit) pada suhu kamar.
b. Potong daun jelai menjadi irisan 1 x 20 mm (sejajar dengan tulang daunnya).
Catatan: Bagian dasar lembar daun dekat pelepah biasanya merupakan bagian yang paling baik untuk digunakan.
c. Inkubasikan irisan daun (sekitar 1 cm2) dalam 2 ml campuran yang terdiri dari 1 bagian larutan enzim B, 3 bagian larutan 1b dan 4 bagian medium kultur protoplas (table 2.1.) dalam petri Falcon. Segel cawan dan inkubasi pada suhu 24 0C selama 5-6 jam.
Catatan: Aduk sewaktu-waktu.
3. Kacang polong (juga untuk Vicia hajastana dan Nicotiana glauca).
a. Bilas daun kacang polong dengan etanol 60%. Biarkan etanol menguap.
b. Hilangkan epidermis bawah dengan mengupasnya menggunakan sepasang pinset lancip.
c. Potong daun menjadi beberapa irisan dan inkubasikan potongan daun (1 cm2) dalam campuran 1:1 larutan enzim B (1 ml) dan medium kultur protoplas (1 ml) dalam cawan petri Falcon. Segel cawan dan inkubasikan pada suhu 24 0C selama 5-6 jam. Aduk sewaktu-waktu. (Kurangi kadar enzim jika bahan daun tersebut diinkubasi dengan enzim semalam).
d. Campurkan kacang kedele dengan protoplas jelai, kacnag polong atau Nicotiana glauca dan lewatkan melalui penyaring nirkarat dengan ukuran pori 60-70 µm. Kumpulkan filtrate dalam tabung sentrifuga dan segel mulut tabung dengan Parafilm.
e. Sentrifuga filtrate pada 50-100 x g selama 6 menit untuk mengendapkan protoplas.
f. Buang cairan bening dengan pipet Pasteur.
g. Cuci protoplas (sekitar 0,03-0,06 ml) dengan 10 ml larutan 2.
h. Suspensikan kembali protoplas yang telah dicuci dalam larutan 2 sehingga terjadi suspense 4-5% (v/v).

Fusi
1. Dengan semprit plastic 1 ml teteskan 2-3 µl silicon 200 cair (100 CS) di bagian tegah cawan petri Falcon (60 x 15 mm).
2. Tempatkan sebuah kaca penutup ukuran 22 x 22 mm di atas tetesan tersebut.
3. Pipet sekitar 150 µl suspense protoplas dan teteskan pada kaca penutup dengan pipet Pasteur.
4. Biarkan protoplas sekitar 5 menit untuk membentuk lapisan tipis pada kaca penutup.
5. Perlahan-lahan tambahkan larutan PEG 450 µl tetes demi tetes pada tepi lapisan protoplas. (Amati gejala adhesi di bawah mikroskop inverse).
6. Inkubasikan protoplas dalam larutan PEG tersebut pada suhu kamar (sekitar 24 0C) selama 10-20 menit.
7. Dalam selang waktu 10 menit tambahkan dua kali 0,5 ml larutan 3 (atau medium kultur protoplas) secara perlahan-lahan. Setelah 10 menit lagi, tambahkan 1 ml medium kultur protoplas.
8. Kemudian cuci protoplas 5 kali dengan 1-2 medium kultur protoplas yang segar. Biarkan protoplas berada dalam medium segar ini selama 5 menit pada setiap pencucian. (Amati heterokariosit yang baru terbentuk).
Catatan: Pemindahan dipermudah dengan menggunakan pipet Pasteur yang dilengkapi dengan bola karet 2 ml. Tambahkan selalu larutan PEG atau medium segar pada tepi protoplas, usahakan lapisan tidak terganggu. Pada saat mencuci bahan yang diberi PEG, harus selalu ada selapis tipis medium (sekitar 150 µl) pada kaca penutup, sebelum ditambahkan medium baru.

Kultur protoplas
1. Kulturkan hasil fusi dengan protoplas yang tidak berfusi pada kaca penutup yang sama dalam selapis tipis 300-500 µl medium kultur protoplas. Untuk menjaga kelembapan, tambahkan tetes demi tetes 500-1000 µl medium lagi pada permukaan plastic cawan.
2. Segel cawan dengan Parafilm dan inkubasikan dalam cahaya neon sejuk dan baur (sekitar (0,6 W.m-2) di kotak plastic yang dilembapkan dengan kertas serap lembap.

Isolasi dan kultur heterokariosit tunggal (kedele-Nicotiana glauca)
Catatan: Gunakan medium komplaks seperti pada tabel 2.2.
1. 24 atau 48 jam setelah fusi, tambahkan medium segar dengan osmolalitas yang agak lebih rendah pada kultur protoplas (misalnya campuran 3 bagian medium kultur protoplas dengan 1 bagian medium kultur sel).
2. Isilah bilik luar dari cawan Cuprak dengan 3-4 ml campuran air suling steril dan medium kultur protoplas (1:1).
3. Kemudian encerkan kultur protoplas sehingga dalam setiap ml ada 200-300 protoplas (sel).
4. Pindahkan kultur protoplas ke dalam lubang-lubang cawan Cuprak dengan menggunakan mikropipet (20 µl) sekali-pakai (Drummond microcaps).
5. Segel cawan dengan Parafilm.
6. Amati cawan di bawah mikroskop inverse dan tandai lubang yang hanya mengandung 1 heterokariosit.
7. Inkubasikan cawan pada cahaya redup (0,5-1,0 W.m-2) atau di tempat gelap pada suhu 20-25 0C.

II. PEMBAHASAN
Banyak factor yang dapat mempengaruhi adhesi dan fusi yang diinduksi dengan PEG, (Wetter, L.R., F. Constabel, 1991) yaitu:
1. Protoplas dari daun muda atau kultur yang bertumbuh cepat merupakan bahan yang terbaik untuk fusi. Protoplas dari sel mesofil tua tidak dapat dipakai. Sel tua mempunyai dinding sel sekunder yang tidak tercerna enzim. Regenerasi dinding sel yang cepat pada protoplas sebelum sel bersentuhan dengan zat fusogenik juga dapat mengurangi fusi.
2. Kadar dan jenis enzim amat mempengaruhi fusi protoplas dan viabilitas heterokariosit. Sebagai contoh, perlakuan sel kedele dan kacang polong dengan larutan enzim yang mengandung Driselase biasanya akan menghasilkan frekuensi fusi yang lebih tinggi daripada dengan larutan enzim tanpa Driselase. Akan tetapi, heterokariosit yang didapat dari protoplas yang diperlakukan dengan Driselase biasanya lebih lemah, mungkin akibat aktivitas fosfolipase yang tinggi dalam Driselase. Fofolipase dapat mengubah lesitin menjadi lisolesitin, sehingga mempengaruhi konfigurasi membrane dan meningkatkan kesempatan membrane berfusi. Pada umumnya, perlakuan yang didapat protoplas pada penyiapannya akan dapat mengurangi viabilitasnya. Pengaturan yang baik mengenai jumlah enzim dan lamanya inkubasi penting artinya untuk memperkecil efek merugikan dari enzim terhadap viabilitas heterokariosit.
3. Jika bobot molekul PEG di bawah 300, tidak akan diamati terjadinya adhesi dan fusi protoplas dalam larutan PEG. Adhesi longgar dalam jumlah sedikit akan terjadi dalam larutan PEG yang mempunyai bobot molekul di atas 1000.
4. Adhesi dan fusi protoplas hanya dapat diinduksi dalam larutan yang mempunyai kadar PEG yang tinggi.
5. Adhesi dan fusi yang diinduksi oleh PEG akan ditingkatkan dengan memperkaya larutan PEG dengan ion Ca2+ cukup tinggi, maka adhesi dan fusi dapat terjadi dalam larutan PEG yang mengandung ion Na+ kadar tinggi pada pH tinggi.
6. Inkubasi protoplas dalam waktu lama dalam PEG atau pada pH tinggi dan kadar Ca yang tinggi akan menyebabkan kematian protoplas.
7. Hibrida antarkeluarga dari kedele-Nicotiana glauca dan kedele-Nicotiana langsdorfii menunjukkan heterosis negative. Hibrida tersebut tidak dapat bersaing dengan kedele dan Nicotiana glauca, akan tetapi pertumbuhannya akan baik dan membelah terus jika masing-masing diisolasi dan dikulturkan dalam medium kompleks.

2.2 Seleksi Sel
Seleksi klon pada kultur jaringan tanaman telah digunakan untuk mendaptakan lini sel yang menghasilkan produk metabolit sekunder dalam jumlah nesar. Seleksi ini telah berhasil meningkatkan metabolit sekunder pada beberapa lini sel tanaman.

Dasar dari seleksi pada kulutr jaringan untuk menghasilkan senyawa-senyawa metabolit sekunder adalah adanya variasi pada sel-sel dalam kemampuannnya untuk menghasilkan senyawa tertentu. Variasi ni dikenal sebagai variasi somaklonal dan secara genetic variasi ni cukup besar sehingga telah terbukti dapat dimanfaatkan sebagai sumber keragaman untuk menghasilkan senyawa tertentu. Variasi somaklonal ini dapat diperoleh dari kultur sel yang berasal dari protoplast atau cara-cara lain.
Keragaman genetic juga dapat diperoleh dengan memberikan perlakuan tertentu seperti pada perlakuan fisik dan kimia. perlakuan fisik disini termasuk penyinaran sel-sel dengan sinar j atau 60Co, selain itu juga dilakukan fusi sel secara electronis atau kemis. Perlakuan kimia mencakup pemakaian tumbuh seperti 2,4-D atau colchicines atau mutagen.
Jenis seleksi yang digunakan relative spesifik tergantung jenis senyawa yang dihasilkan. Jenis senyawa yang dihasilkan ini menentukan desain metode seleksi dan memilih lini sel untuk digunakna. hal mendasar yang harus diketahui adalah inisiasi kultur awal harus mempertimbangkan spesies dan kultivar yang menghasilkan senyawa yang bersangkutan.
Desain metode seleksi harus memungkinkan pengetahuan yang tersedia dari siklus biosintesis senyawa yang didinginkan. Seleksi untuk produksi pigmen dapat dilakukan dengan pengambilan koloni yang berdasarkan penampilan visual. Produksi senyawa-senyawa lain yang dapat diukur secara analitik dapat diseleksi ssesudah analisis banyak koloni untuk senyawa tersebut. Metoda ini harus dijabarkan untuk sneyawa-senyawa dan karakteristik yang harus diketahui serta siklus biosintesis dan degradasinya.
Untuk mendesain cara seleksi yang harus dipertimbangkan tidak hanya aspek biokimia dari senyawa yang diinginkan dan spesies tanaman yang dikulturkan, tetapi juga jenis kultur yang dipakai.
Penggunaan kultur kalus pada banyak studi dibatasi oleh kontak langsung sel dengan medium, karena sel-selnya berikatan satu sama lain. Dalam hal ini juga sulit untuk melakukan pemindahan/subkultur yang seragam baik jumlah/massa sel maupun keragaman tipe sel jika memindahkan sekelompok kecil dengan spatula. Meskipun demikian, kultur kalus telah berhasil digunakna unutk seleksi lini sel yang resisten terhadap streptomycin, 5-bromodeox-yuridine dan toksin penyakit blight pada jagung dan produksi antosianin.
Selain kultur kalus, sistem yang telah digunakan adalah sistem kultur suspense sel. Sistem kultur suspense mempunyai keuntungan-keuntungan tetentu mencakupi: (1) Kecepatan pertumbuhan yang lebih cepat; (2) transfer/sub kultur sel relative homogen; (3) sel-sel yang ada dapat diamati dengan mikroskop karena merupakan sel-sel bebas; (4) medium cair berada dalam kontak langsung dengan setiap sel; (5) medium dapat diperbaharui dengan mudah dengan penambahan medium baru; dan (6) sel-sel dapat diplating secara langsung. Sistem kultur suspensi sudah digunakan untuk menyeleksi lini-lini sel yang resisten terhadap asam amino juga mempergunakan sistem ini untuk mendapatkan lini yang menghasilkan antosianin.
Plating sel pada medium agar padat mempunyai banyak kegunaan dan dapat digunakan untuk kalus, suspense atau protoplast. kalus dapat dikocok pada medium cair atau melalui filer/saringan sebelum disuspensikan pada medium cair untuk plating. Kultur suspensi sel dapat digunakan langsung digunakan langsung bila agregat sel yang dikulturkan relative kecil. Protoplast juga dapat digunakan untuk plating. Protoplast juga dapat digunakan untuk plating. Protoplast dapat berasal dari sel suspense atau daun segar. Plating protoplast telah digunkan untuk seleksi lini sel yang resisten terhadap NaCl, methionine sulfoximine plast untuk mendapatkan lini sel yang menghasilkan antosianin tinggi juga telah digunkan pada tanaman ubi jalar.
Seleksi klon adalah teknik yang sangat berguna dimana sebuah lini sel berasal dari sebuah sel tunggal sehingga sel-sel dalam satu lini mempunyai informasi genetic yang samam. Hal ini sangat penting untuk memastikan kemurnian dan stabilitas lini-lini yang didinginkan. Tetapi pada umumnya teknik pengklonan ini sangat tidak efisien untuk dikerjakan secara rutin. Salah satu sistem yang mungkin digunkan adalah mikrospora yang diisolasi dari Nicotiana tobacum, Nicotiana sylvestris, dan Datura innoxia sudah diinduksi untuk membentuk embrio dan kemudian menjadi tanaman. Sistem ini memungkinkan isolasi sel tunggal, yaitu sel-sel haploid yang mungkin sangat berguna untuk seleksi. Kesesuaian teknik ini tergantung pada jumlah embrio mikrospora Nicotiana tabacum berkembang menjadi plantlest. Karena terdapat 5 anther pada setiap bunga, dan setiap anther mengandung 30.000 mikrospora, maka rata-rata 7000 plantletdapat diproduksi dari setiap bunga. Karena itu terdapat sejumlah besar dari embrio yang sedang berkembang dapat diperoleh dengan sistem ini. Kenyataan sampai saat ini adalah tidka mudah bekerja dengan sel tumbuhan bila disbanding dengan mikroba. Sel-sel tumbuhan umumnya tumbuh dengan sangat lambat, untuk agregat sel, jika diplating tidak akan tumbuh bila kerapatannya rendah dan menunjukkan ketidakstabilan kromosom dan ploidi. Kesulitan-kesulitan ini tidak mengecualikan manipulasi sel-sel tanaman yang sukses tetapi menyebabkan lambatnya kemajuan.

A. Seleksi Visual
Banyak lini sel yang menghasilkan bermacam-macam senyawa pigmen dalam jumlah besar sudah diseleksi bertahun-tahun dengan seleksi visual. Seleksi pada kultur Haplopappus gracilis telah dilakukan untuk mendapatkan lini sel yang menghasilkan antosianin tinggi. Sedang lini sel yang menghasilkan pigmen betlain secara stabil telah diisolasi dari kalus Beta vulgaris dengan seleksi visual.

B. Seleksi Berdasarkan Analisis Kimia
Metode seleksi yang telah berhasil digunakan adalah Radio Immuno Assay (RIA). Cara ini memiliki spesifitas dan sensivitas yang tinggi, serta cepat sehingga dapat digunakan untuk menganalisa sejumlah besar sampel. Metoda ini diterapkan untuk ekstrak dimana lebih dari 200 sampel perhari diproses. Dalam metode RIA ini dipergunakan strategi-strategi untuk menyeleksi lini-lini yang menghasilkan serpentin dan ajmalicine dalam jumlah besar dari Catharanthus roseus, yaitu:
Mempergunakan kalus yang berasal dari tanaman yang mempunyai kandungan senyawa tersebut dalam jumlah besar.
Menyeleksi lini-lini varian yangmampu memproduksi senyawa-senyawa tersebut seoptimal mungkin.
Seleksi untuk mendapatkan kalus yang mempunyai kandungan terpentin tinggi dilakukan dengan melakukan filtrasi sel untuk mendapatkan sel tunggal dan agregat kecul yang kemudian diinokulasikan pada medium padat dan petridish (plating). Koloni-koloni sel yang terbentuk kemudian dianalisis kandungan alkaloidnya dan sebagaimana diharapkan, terdapat variasi yang tinggi (dari 0 sampai 1.4% serpentin dan 0 sampai 0.8% ajmailicine yang dihitung berdasarkan kering). Koloni yang menghasilkan alkaloid dalam julah besar diisolasi, kemudian dikulturkan pada media cair, kemudian diinokultasikan lagi pada media padat pada petridish. Setelah utuh lini yang menghasilkan alcohol dalam jumlah besar dapat diisolasi.

A. Seleksi Berdasarkan Ukuran Agregat Sel
Seleksi ini dilakukan oleh Kinnersley dan Dougall pada kultur sel wortel liar untuk menghasilkan senyawa atosianin. Seleksi ini dilakukan berdasarkan pengamatan bahwa agregat sel yang kecil secara khusus mempunyai kandungan antosianin yang tinggi. Media yang dipakai adalah media W.C. Imp (Wild-carrot medium, Improved for anthocyanin production) yang dimantapkan oleh Dougall dan Weyranch.
Perbedaan ukuran yang berkorelasi dengan kandungan antosianin ini mungkin dapat diterangkan berdasarkan distribusi sitokinin yang berbeda di antara aregat dari ukuran yang berbeda. Tingkat sitokinin yang tinggi menghambat akumulasi antosianin dan menghambat pemisahan sel.
Hal ini menyebabkan agregat sel yang besar mempunyai kandungan antosianin yang rendah. Untuk mendukung hal ini, maka ditambahkan kinentin pada agregat sel yang kecil menyebabkan peningkatan ukuran agregat sel dan penurunan yang pararel pada antosianin yang dihasilkan.

1.3. Penggunaan Elicitor untuk Produksi Metabolit Sekunder
Penggunaan kultur suspensi sel tanaman untuk memproduksi senyawa-senyawa biokimia sampai saat ini masih jauh dari target yang diinginkan. Untuk memperbaiki produk yang dihasilkan, bermacam-macam teknik sudah dikembangkan untuk menyeleksi kultur sel tanaman yang menghasilkan senyawa dalam jumlah besar. Dasar yang digunakan dalam seleksi ini adalah variasi somaklonal. Klon hasil seleksi kemudian di sub kultur. Selama periode sub kultur ini, klon yang menghasilkan produk dalam jumlah besar tersebut, sering menunjukkan penurunan produktivitas, sehingga untuk memproduksi dalam skala besar menjadi sulit. Untuk mengatasi hal ini perlu dilakukan seleksi berulang pada waktu tertentu.
Sebuah pendekatan lain untuk memperbaiki produk yang dihasilkan pada kultur sel tanaman adalah alterasi metabolism sel melalui factor-faktor eksternal, misalnya stress. Kultur sel tanaman pada dasarnya bersifat totipotensi, karena itu semua produk yang ada pada tanaman induk seharusnya juga disinetsi pada kultur dalam kondisi yang tepat. Pada interaksi antara tanaman inang dengan pathogen yang biasanya bersifat spesifik spesies, infeksi pathogen menginduksi pembentukan produk (fitoaleksi) yang toksik terhadap organism yang menginvasi. Enzim-enzim dari metabolism sekunder juga diinduksi oleh patogen yang menginvasi yang menghasilkan fitoaleksin. Dalam hal ini elicitor berperan penting dalam menginduksi enzim yang terlibat dalam siklus metabolism.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan elicitor untuk meningkatkan produksi metabolit sekunder adalah:
Elicitor yang dipakai dapat berupa fraksi karbohidrat yang diambil dari kultur suspensi cendawan atau dari ekstrak yeast, atau lebih dikenal sebagai glucas. Struktur glucan yang diperlukan untuk aktivitas elicitor adalah (1,6)-B-D-glucopyranosyl. Sedang molekul aktif terkecilnya adalah glukoheptose.
Dosis elicitor yang dipakai juga menentukan efektifitasnya dalam menginduksi senyawa yang diinginkan. Dosis yang terlalu tinggi menyebabkan timbulnya gejala nekrosa yaitu terjadinya pencoklatan sel. Dosis yang tep[at dapat ditentukan dengan percobaan, dan tergantung pada jenis elicitor yang dipakai serta sel tanaman yang diberi perlakuan.
Pemberian elicitor dapat dilakukan pada berbagai fase pertumbuhan sel, tetapi nampaknya tidak terdapat keserupaan antara sel yang diberi perlakuan elicitor dengan sel tanpa perlakuan elicitor.
Frekuensi pemberian elicitor juga dapat dilakukan lebih dari satu kali, tergantung pada jenis sistem yang digunakan dan juga jenis tanaman yang dikulturkan.
Waktu yang diperlukan oleh sel untuk menghasilkan produk dalam jumlah maksimum setelah pemberian elicitor berbeda-beda tergantung jenis kulturnya.

Menurut Sastrohamidjojo (1996) dalam bukunya yang berjudul Sintesis Bahan Alami, menyatakan bahwa: “Dua metode yang paling banyak digunakan untuk menyeleksi tanaman yang mengandung alkaloid, yaitu Prosedur Wall dan Prosedur Kiang-Douglas”.
Prosedur Wall meliputi ekstraksi sekitar 20 g bahan tanaman kering yang direfluks dengan 80% etanol. Setelah dingin dan disaring, residu dicuci dengan 80% etanol dan kumpulan filtrate diuapkan. Residu yang tertinggal dilarutkan dalam air, disaring, diasamkan dengan asam klorida 1%, dan alkaloid diendapkan baik dengan pereaksi Mayer atau dengan siklotungstat. Bila hasil tes positif, maka konformasi tes dilakukan dengan cara larutan yang bersifat asam tersebut dibasakan, alkaloid diekstrak ke dalam pelarut organic, dan kemudian alkaloid diekstrak kembali ke dalam larutan asam. Jika larutan asam ini menghasilkan endapan dengan pereaksi tersebut di atas, ini berarti tanaman mengandung alkaloid. Fasa basa berair juga harus di teliti untuk menentukan adanya alkaloid quartener.
Prosedur Kiang-Douglas agak berbeda terhadap garam alkaloid yang terdapat dalam tanaman (lazimnya sitrat, tartrat atau laktat). Bahan tanaman kering pertama-tama diubah menjadi basa bebas dengan larutan encer anomia. Hasil yang diperoleh kemudian diekstrak dengan chloroform, ekstrak dipekatkan dan alkaloid diubah menjadi hidrokloridanya dengan cara menambahakan asam klorida 2 N. Filtrat larutan berair kemudian diuji terhadap alkaloidnya dengan menambah pereaksi Mayer, Dragendroff, atau Bouchardat. Perkiraan kandungan alkaloid yang potensial diperoleh dengan menggunakan larutan encer standar alkaloid khusus seperti brusin.
Ketidakuntungan metode ke dua adalah bahwa senyawa ammonium quartener, yang tidak dapat diubah menjadi basa bebasnya dengan cara penambahan ammonia, tetap tertinggal dalam tanaman dan tidak dapat dideteksi. Keadaan yang semacam dalam prosedur standar Wall alkaloid quartenermuncul sebagai “false positive”, karena senyawa tersebut tidak dapat terekstrak ke dalam pelarut organic dalam media asam-basa.

Elisitasi merupakan proses penambahan elicitor pada sel tumbuhan dengan tujuan untuk menginduksi dan meningkatkan pembentukan metabolit sekunder. Elicitor terdiri atas dua kelompok, yaitu: elicitor abiotik dan elicitor biotic. Elicitor abiotik dapat berasal dari senyawa anorganik, radiasi secara fiksi seperti: ultraviolet, logam berat dan detergen.
Elicitor biotic dapat dikelompokkan dalam elicitor endogen dan elicitor eksogen. Elicitor endogen umumnya berasal dari bagian tumbuhan itu sendiri, seperti bagian dari dinding sel (oligogalakturonat) yang rusak oleh suatu serangan pathogen melalui aktivitas enzim hidrolisis atau membrane plasma yang mengalami kerusakan karena luka. Elicitor eksogen berasal dari dinding jamur misalnya: kitin atau glukan. Selain itu dapat berupa suatu senyawa yang disintesis oleh pathogen misalnya: protein.